Selasa, 29 Mei 2012

Melatih Calon Jurnalis Muda dari Unima


Pelatihan Jurnalistik yang digelar SPS Unima berlangsung sukses.

TERLETAK di tepi Danau Tondano, Kabupaten Minahasa, Propinsi Sulawesi Utara. Kawasan yang asri, ditambah sejuknya udara sekitar membuat suasana khas pedesaan ini makin nyaman dinikmati. Di Lembah Pinus Toliang Oki Tondano inilah, tak kurang dari 60 mahasiswa Universitas Negeri Manado (Unima) dengan penuh semangat menimba ilmu dalam pelatihan jurnalistik yang digelar oleh Student Press Society (SPS). Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Manado diundang sebagai pemateri dalam sesi terakhir yang berlangsung selama lebih dari empat jam.

Hari masih pagi. Pukul 07.00. Minggu 27 Mei 2012.  Sepeda motor yang saya tunggangi melaju ke arah Winangun Manado. Setelah dua kali menelpon Ishak Kusrant untuk memastikan alamatnya, akhirnya saya tiba di rumah Sekretaris AJI kota Manado ini sekitar 10 menit kemudian. “Kopi dulu ketua. Torang tunggu pa Irzal. Dia sudah mengarah ke sini,” ujar Ishak menyambut kedatangan saya. Beberapa menit kemudian dua gelas kopi sudah tersaji. Sekitar 15 menit berikutnya Irzal sudah bergabung bersama kami. “Mari jo, siap-siap. Materi jam 8 pagi sesuai jadwal,” ujar saya pada Ishak dan Irzal. “Parkir jo motor di sini. Torang naik oto jo ke sana,” balas Ishak.
Ishak mengemudi mobil. Saya di samping. Di bagian belakang Irsal duduk sendiri. Perjalanan menuju Tondano pagi itu semacam jadi ajang rekreasi. Melepas kepenatan dari tugas-tugas mengejar berita setiap hari. Kami ngobrol panjang lebar mulai dari liputan sehari-hari, sampai rencana pengembangan AJI ke depan. “Wah..asyik ini, pagi-pagi so liat yang cerah-cerah,” ujar Irzal sedikit menyela pembicaraan. Yah..beberapa gadis Tomohon berada di pinggiran jalan. “Pas hari Minggu ini. Jadi dorang siap-siap ke gereja,” balas saya.
Ponsel saya berdering. “Kak so di mana..? sori tadi kita ta tidor,” ujar Bryan. “So masuk Tataaran. Lokasi kegiatan di mana..,” tanya saya. “Maso dari Kiniar, terus-terus jo Kak. Mo ke arah Toliang Oki,” balas dia. Bryan ini salah seorang pendiri SPS Unima. Dia juga aktivis PMKRI. Satu minggu sebelum kegiatan, Bryan dan panitia pelaksana menemui saya untuk meminta kesediaan membawakan materi.
Mobil terus melaju memasuki kawasan Boulevard Tondano. Untuk memastikan tempat pelaksanaan kegiatan, saya sempat kembali bertanya pada seorang warga setempat. “Oh..kalo Lembah Pinus, kita tau. Dulu waktu masih mahasiswa pernah jalan-jalan kemari,” ujar Ishak.
Akhirnya kamipun sampai di tempat kegiatan. Ishak dan Irzal mencari tempat parkir, setelah saya turun dari mobil. Dua orang mahasiswa dengan mengenakan jas almamater Unima datang menghampiri. Saya mengenali satu orang di antaranya. Namanya Firman Mangangawe, minggu lalu dia salah satu yang menemui saya. “Slamat pagi Kak. Mari masuk,” ujar Firman. “Pagi. So mo mulai..?,” balas saya. “Iya, ini yang lain baru selesai sarapan. Lain sementara ibadah,” jawab dia.
Saya melangkah masuk ke dalam ruangan. “Ketua, torang cari rokok dulu,” teriak Ishak dari dalam mobil.
Seorang panitia datang menghampiri saya. Menyodorkan selembar kertas untuk mengisi biodata pemateri. “Nanti saya tampil tim, jadi tidak sendiri,” ujar saya yang dibalas dengan beberapa kali anggukan personil panitia tadi.  
Puluhan peserta sudah masuk di ruangan. Saya selesai menulis biodata. Ishak dan Irzal pun sudah datang. “Sadiki lei, se habis ini rokok,” ujar Irzal sambil menyulut dalam-dalam rokoknya.
Beberapa menit berikutnya kami sudah berada di meja bagian depan. Firman bertindak sebagai moderator. Di sampingnya ada seorang mahasiswi cantik sebagai notulen. Ishak dan Irzal duduk di samping kanan saya. Dalam sesi terakhir ini, kami diminta untuk membawakan materi Tekhnik Mencari Sumber Berita dan Wawancara.
Saya berbicara lebih dulu. Mengulas sedikit tentang sejarah dan perjuangan AJI. Membakar semangat para peserta akan pentingnya kebebasan pers, serta berjuang untuk menigkatkan kompetensi jurnalis. Setelah pemaparan soal AJI, saya masuk sedikit mengenal Jurnalistik Dasar. Mereview kembali materi yang sudah diberikan sebelumnya untuk membawa peserta pada materi inti sesi itu. Jarum jam menunjukan pukul 08.45 WITA ketika saya memulai materi pagi itu. 30 menit kemudian, saya mempersilahkan Ishak dan Irzal untuk melengkapi apa yang sudah saya sampaikan. Materi tuntas diberikan. Firman katakan pada saya, posisi moderator akan digantikan kawannya. Omen, moderator yang baru ini langsung memberikan kesempatan untuk bertanya. Lima peserta langsung memberikan   
Tanggapan dan pertanyaan. Mulai dari pembahasan tentang AJI, kekerasan terhadap jurnalis, hingga hal tekhnis seperti trik wawancara. Saya kembali memberikan tanggapan. Ishak mempersiapkan gambar di LCD tentang contoh-contoh wawancara. Irsal menambahkan jawaban-jawaban yang sudah saya dan Ishak berikan. “Yah..suasana makin panas ini dengan pertanyaan-pertanyaan,” ujar moderator. “Kak, masih mo tambah penanya lagi, atau cuku tiga saja,” bisik moderator pada saya. “Ketua, torag masih mo praktek wawancara, jadi jangan terlalu lama di teori,” balas Ishak. “Tambah tiga jo penanya,” ujar saya pada moderator. Sesi kedua dibuka. Ada sekitar tujuh peserta mengacungkan tangan. “Semua yang mengangkat tangan diberikan kesempatan bertanya, tapi satu pertanyaan saja,” ujar saya pada moderator.
Sesi kedua ini lebih panas. Para peserta terlihat begitu kritis dan punya rasa ingin tahu yang luar biasa seputar dunia jurnalistik. Semua pertanyaan tadi bertiga kami tanggapi. Mungkin masih ada yang ingin bertanya, namun waktu telah habis. Aplaus diberikan puluhan peserta. “Sekarang kita masuk pada sesi praktek wawancara,” ujar moderator. “Untuk sesi ini akan dipandu oleh Ishak dan Irzal,” ujar saya yang langsung meninggalkan meja pemateri menuju bagian belakang ruangan. Sudah pukul 11.30 WITA. Sesuai jadwal materi ini hanya sampai pukul 12.00 WITA. Namun karena antusiasme peserta, sesi kali ini berakhir pada pukul 13.00 WITA. Peserta dibagi dalam lima kelompok. Ada yang berperan sebagai narasumber, yang lain sebagai jurnalis. Proses simulasi wawancara ini direkam oleh Ishak. Usai simulasi, Irzal memanggil saya untuk menganalisa naskah yang ditulis serta tekhnik wawancara itu. Akhirnya rangkaian materi hari itu berakhir. Tak terasa lebih dari empat jam kami berbagi pengalaman dengan mahasiswa unima. Mungkin beberapa tahun kemudian akan lahir jurnalis muda dari pelatihan hari ini. “Ada satu hal yang belum disentuh, yakni masalah etika. Pelatihan berikut aspek ini harus dibahas lebih dalam,” pesan saya pada Firman, Presiden SPS Ervina Kilis, dan Sekretaris Panitia Andreas Lalogiroth.
Selesai santap siang, kami bertiga pun meninggalkan Tondano kembali menuju Manado. “Ini bagian dari ekspansi AJI ke kampus-kampus,” ujar saya pada Ishak dan Irzal.(***)

2 komentar: