Foto bersama peserta ToT dan UKJ AJI Indonesia sebelum meninggalkan Wisma Hijau, Depok Jawa Barat
KEBERSAMAAN selama lebih
kurang tiga hari itu akhirnya harus berakhir. Rangkaian kegiatan Trainning of
Trainners (ToT) dan Uji Kompetensi Jurnalis (UKJ) yang digelar Aliansi Jurnalis
Independen (AJI) di Wisma Hijau Depok, Jawa Barat rampung sudah. Tiap peserta
bersiap kembali ke kota masing-masing. Sayapun siap untuk menempuh perjalanan Depok-Jakarta-Manado.
Minggu malam 29 April 2012. Suasana di
ruang makan Wisma Hijau yang awalnya ramai, perlahan-lahan mulai sepi. Satu per
satu peserta mulai meninggalkan ruangan itu, menuju kamar masing-masing,
berkemas. Ada yang pulang berkelompok, ada yang pulang sendiri-sendiri. Saya janjian
dengan Upi Asmaradhana, Korwil AJI Sulawesi Maluku, untuk pulang bersama-sama
dengan Ai Jufridar, Korwil AJI Sumatera. Sambil menunggu Upi, saya memilih
kembali ke kamar Lilly 05. Termenung sejenak, mengenang kembali sebuah proses
panjang mengikuti UKJ. Saya memandangi sebuah piagam penghargaan di dalam map
berwarna kuning menjadi bukti keikutsertaan dalam UKJ. “Akhirnya saya berhasil
menyelesaikan rangkaian ujian ini,” gumam saya.
Kuatir ketinggalan rombongan yang akan
pulang ke Jakarta, saya pun bergegas kembali ke ruang makan. Singgah sebentar
di kamar kawan-kawan AJI Bandung. Mereka lagi asyik mengobrol. Di situ ada Ati
Nurbaety, salah satu pendiri AJI. Saya ikut nimbrung sebentar, lalu menuju
ruang makan. Ada beberapa kelompok di sana, mereka berdiskusi. Saya memilih
duduk sendiri sambil nonton TV. Di kursi paling depan TV, Ketua Umum AJI
Indonesia Eko Item Maryadi serius menyaksikan aksi para pembalap di ajang
MotoGP. “Sep, kau pulang belakangan saja yah. Kendaraan sudah ful. Nanti saya lapor sama Item,” ujar Upi yang datang
menhampiri saya.
Upi segera mendatangi Item, mengutarakan
maksudnya. Item beranjak dari tempat duduknya, menuju para staf Sekretariat AJI
di meja bagian belakang. “Ini si Yoseph mau pulang ke Jakarta. Bisa ikut sama
siapa,” tanya Item. “Nanti bareng cewek-cewek saja. Sementara diurus sama Mba
Febry,” jawab Minda, salah satu staf di Sekretariat AJI. “Yah sudah, Sep. Amankan.
Kau nanti ikut sama cewek-cewek itu,” ujar Item sambil menunjuk ke arah Rinjani
dan Rika, masing-masing dari AJI Semarang dan AJI Medan. “Sampai ketemu di
Jakarta yah,” ujar Upi yang kemudian berangkat lebih dulu ke Jakarta. “Ok bang,”
balas saya.
Item kembali ke tempat duduknya. Serius memelototi
TV di hadapannya, sambil menyantap makan malam. Sekali-sekali dia berdiri,
berteriak. Untung saja piring yang sedang dipegangnya tidak sampai jatuh. Masih
ada sekitar satu jam lagi saya harus menunggu. Tadi Febry sampaikan nanti
taxi-nya datang pukul 20.30 WIB. “Ocep, ngana tinggal di sini saja. Nanti besok
baru torang sama-sama ke Jakarta,” ujar Insani, Ketua AJI Ambon, yang datang ke
ruangan makan. “Siapa-siapa yang masih nginap di Wisma Hijau malam ini,” tanya
saya. “Ada banyak,” jawab Insani. “Hmmm sunyi di sini, mendingan saya ke
Jakarta saja,” balas saya.
Rinjani dan Rika pamit menuju kamar
mereka. Saya pun memilih untuk duduk di laur ruangan, sambil menanti taxi yang
akan datang menjemput.
Tak lama kemudian, taxi yang ditunggu
datang. Febry mengatur barang-barang yang akan dibawa ke Jakarta. “Di sini
saja, bareng Rinjani dan Rika. Nanti di depan Mas Taslim,” ujar Febri pada
saya. Taxi siap berangkat ketika saya dan Rika sempat bingung mencari Rinjani. Beberapa menit kemudian, taxi sudah meluncur
meninggalkan Wisma Hijau. Kami berempat ngobrol seputar pelaksanaan UKJ. Kebetulan
Rinjani bersama saya dalam satu tingkatan madya, sementara Rika salah satu
penguji dalam kelompok saya. Taxi melaju menuju Jakarta, yang kebetulan malam
itu tidak terlalu padat. Argo di taxi itu hampir menyentuh angka 100 ribu
ketika berempat kami tiba di Sekretariat AJI Indonesia, Kwitang Senen Jakarta
Pusat. “Nanti sebentar jadi kan jalan-jalannya,” tanya Rika pada saya. “Ya..kita
tunggu saja Bang Upi,” jawab saya.
Rika dan Rinjani masuk ke kamar bagian
depan, saya memilih tidur di sofa ruang tamu. Menulis sejumlah laporan ditemani
hujan deras yang mengguyur kota Jakarta malam itu, membuat rasa ngantuk mulai
menyerang. Di ruangan sebelah, saya melihat Cahyono dari AJI Jayapura masih
sibuk memainkan laptopnya. Tak bisa kompromi dengan ngantuk yang terus
menyerang, saya pun akhirnya tertidur. “Ayo bang Yoseph, kita jalan pagi yuk. Ke
Monas,” ujar Rinjani yang membangunkan saya. Dia bersama Rika sudah siap-siap
untuk jalan sehat. “Ya..nanti saya nyusul, duluan aja Mba,” balas saya.
Keduanya meninggalkan sekretariat AJI,
sayapun kembali melanjutkan mimpi yang terhenti. “Lho..katanya mau nyusul, kok
malah tidur lagi sih,” suara Rinjani kembali membangunkan saya.
Ternyata keduanya telah kembali dari
menikmati udara Jakarta di pagi itu.
Rinjani dan Rika lalu bersiap-siap untuk
menuju Bandara. Rinjani pulang ke Semarang dengan jadwal penerbangan pukul
12.00 WIB, sementara Rika nanti pukul 18.00 WITA penerbangan ke Medan. Saya sendiri
Pukul 15.30 WITA, ke Manado. “Saya mau tunggu di Bandara saja, sekalian antar
Rinjani. Ayo bang, sama-sama saja ke Bandara,” ujar Rika. “Duluan aja, soalnya
saya masih mo tunggu teman dari Manado, juga kenalan di Jakarta,” jawab saya.
Selanjutnya saya menemani Rinjani dan Rika
untuk menunggu bajaj. Barang bawaan mereka juga cukup banyak. Sebuah bajaj
berhenti di depan Sekretariat AJI. Keduanyapun naik, menuju Stasiun Gambir
untuk selanjutnya naik DAMRI ke Bandara Soekarno-Hatta.
“Posisi di mana ketua, saya terjebak
hujan nih di Jakarta Selatan. Cuman naik motor lagi nih, di Kwitang hujan gak,”
ujar Budi Susilo, Koordinator Divisi Advokasi AJI Manado, lewat ponselnya. “Masih
di Kwitang. Di sini sudah reda hujannya,” ujar saya.
Sambil menunggu Budi, seorang kenalan
saya di Jakarta datang di Kwitang dan mengajak jalan-jalan ke Atrium Senen. Hari
masih pagi, pukul 09.30 WIB. Pusat perbelanjaan itu masih sepi. Beberapa menit
di sana, ponsel saya kembali berdering. “Ketua di mana. Saya sudah di depan
sekretariat nih. Keluar dulu dong,” ujar Budi. “Masuk saja Bud, saya lagi di
Atrium Senen, segera meluncur ke sekretariat,” balas saya.
Saya pun meninggalkan kenalan tadi, dan
langsung menaiki bajaj menuju sekretariat AJI. “Bud, minta ngana pe doi alus
dulu dang. Mo bayar bajaj,” ujar saya pada Budi yang ternyata masih menunggu di
muka sekretariat. Dia segera merogoh uang di sakunya. Selembar uang lima ribuan
diberikan pada saya. Setelah membayar ongkos bajaj, saya dan Budi pun masuk ke
sekretariat. “Ini Budi, pengurus AJI Manado,” ujar saya memperkenalkan Budi
pada sejumlah anggota AJI.
Beberapa saat kita ngobrol sebentar,
sayapun mengemas barang bawaan. “Penerbangan nanti njam tiga, tapi saya lebih
suka duluan ke bandara. Biar nanti menunggu di sana,” ujar saya pada Budi dan
kawan-kawan yang lain. Tak lama kemudian sebuah SMS masuk ke ponsel saya. “Yoseph,
sori semalam tak jadi ke sekretariat. Kau pulang jam berapa ke Manado. Kalu tidak
sempat ketemu, nanti di lain waktu,” tulis Upi melalui pesan singkatnya. Saya pun
menjawab bahwa saya sudah harus ke bandara sekarang untuk menanti penerbangan
jam tiga sore.
Tas dan sejumlah barang bawaan sudah
siap. “Nanti saya antar saja mas dengan motor,” ujar Taslim. Sayapun pamit pada sejumlah staf sekretariat, juga
kawan-kawan AJI yan ada di situ.
Tak kurang 10 menit Taslim memacu sepeda
motornya, kamipun sampai di Gambir. “Hati-hati Mas Yoseph. DAMRI-nya di sebelah
saya,” ujar Taslim. Saya pun segera menuju parkiran DAMRI. Salah satu
diantaranya siap berangkat. Saya naik, beberapa menit kemudian kendaraan itu
sudah melaju menuju bandara.
Waktu masih menujukan pukul 12.30 WIB
ketika saya tiba di Terminal IC Bandara Internationl Soekarno-Hatta Jakarta. Artinya
masih ada sekitar 3 jam lagi saya harus menunggu penerbangan ke Manado. Setelah
makan siang di salah satu restoran di kawasan itu, saya pun masuk ke ruang
tunggu. Waktu tiga jam cukup untuk membuat berita edisi Senin, serta menulis
satu tulisan di blog ini. Sesuai target, tulisan dan berita rampung. Namun jadwal
penerbangan yang meleset. Pesawat delay, dan nanti berangkat pukul 16.00 WITA. Tiga
jam lagi saya harus menunggu, sampai akhirnya penumpang tujuan Balikpapan- Manado
dipersilahkan naik ke pesawat. Batavia Air take off meninggalkan Jakarta.
Setelah transit di Balikpapan, tak
kurang dari satu jam tiga puluh menit kemudian, saya sudah sampai dengan
selamat di Manado. Selamat tinggal Wisma Hijau. Selalu jadi kenangan, tempat
menggodok angkatan pertama UKJ AJI Indonesia.(***)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar