Sabtu, 19 Mei 2012

Saya Memilih Munich



LEBIH dari tiga tahun tidak lagi menangani desk sepakbola internasional, membuat saya tidak mengikuti secara detail perkembangan olahraga paling favorit di dunia ini. Namun bicara sepakbola kita bicara soal subjektifitas. Meski data-data rekaman pertandingan di masa lalu, komposisi tim saat ini, hingga head to head masing-masing klub, sampai pemain bintang dan pelatih, turut mempengaruhi penilaian dan pilihan seseorang. Maka kolaborasi antara unsure subjektif serta data yang saya miliki itulah, maka dalam final Liga Champions Eropa 20 Mei 2012  ini, saya memilih Bayern Munich.   

Tentang sepakbola di level klub, sebenarnya saya tidak fanatic kepada salah satu diantaranya. Maklum saya lebih fans kepada individu, siapa lagi kalau bukan Filippo Inzaghi. Kemana Inzaghi pergi, klub itu juga menjadi idola saya. Liga Champions Eropa tahun 2007 mungkin jadi klimaks kecintaan saya pada Inzaghi dan AC Milan. Superpippo memborong dua gol untuk membawa Milan menaklukkan Liverpool 2-1.
Musim ini, Inzaghi sudah beranjak pensiun. Milanpun sudah terdepak di babak perempatfinal oleh Barcelona dengan skor 1-3. Maka pilihan sayapun beralih ke Bayern Munich, tim dengan koleksi empat gelar liga champions (tahun 1974, 1975, 1976 dan 2001). Tahun ini Munich tampil memukau dengan mengalahkan Real Madrid di semifinal. Juga ada Thomas Mueller, Manuel Neuer, Bastian Schweinsteiger, Toni Kroos, Arjen Robben, hingga Mario Gomez.
Dibanding Chelsea yang hanya meraih satu kali runner up di tahun 2008, Munich jelas lebih kuat tradisi juaranya di Liga Champions. Namun itulah sepakbola, data dan fakta sering kita abaikan jika sudah menjadi fans berat pada salah satu klub atau pemain. Asalkan jika jagoan kita kalah, jangan wasit yang jadi kambing hitam. Sampe bakar-bakaran stadion, bahkan kerusuhan. Hmmm, jadi teringat sepakbola Indonesia saja. Semoga pilihan kali ini tepat, Munich mampu menggondol gelar juara kelimanya.(***)
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar