Kamis, 03 Mei 2012

Metode Fenomenologi Aplikasi Pada Entrepreneurship


 Peluncuran dan bedah buku yang digelar di kampus Unika De La Salle.


PONSEL di kantong kemeja berdering ketika saya sedang menghadapi para penguji dalam kegiatan Uji Kompetensi Jurnalis (UKJ) di Depok. Hari itu Minggu 29 April 2012. Humas Universitas Katolik (Unika) De La Salle Manado, Teddy Tandaju menginformasikan bahwa akan ada bedah buku di kampus itu. Selasa 01 Mei 2012 siang, saya sudah berada di forum peluncuran dan bedah buku berjudul, Metode Fenomenologi Aplikasi Pada Entrepreneurship, di tengah-tengah para mahasiswa, dosen, serta undangan yang memadati auditorium kampus tersebut.



Saya harus menghubungi beberapa kawan untuk menanyakan bagaimana agar bisa sampai ke kampus Unika De La Salle dengan menggunakan jasa angkutan umum. Maklum, setiap harinya sebuah motor Honda Suprafit keluaran tahun 2006 selalu menemani saya menjalankan tugas-tugas peliputan. “Naik angkot jurusan Kombos, lanjut naik ojek dari bawah kampus,” ujar seorang teman.
Tak lama lagi hujan mengguyur Kota Manado dan sekitarnya, saat saya turun dari angkot dan melanjutkan perjalanan ke kampus dengan menggunakan ojek. “So glap samua ini. Somo ujang,” ujar tukang ojek sambil memacu sepeda motornya menaiki tanjakan menuju kampus yang terletak di Kelurahan Kombos ini. Sesampai di pos satpam, saya pun menyerahkan ongkos ojek tersebut sebesar dua ribu rupiah. “Murah sekali ongkosnya untuk jasa mengantar penumpang menaiki bukit menuju kampus ini,” gumam saya.
Beberapa menit kemudian, saya sudah berada di acara bedah buku tersebut.
Rektor Unika De La Salle Manado, Pastor Revi Tanod SS SE MA yang bersama Dr  Recky Raco MSc, Kepala LPPM Unika De La Salle Manado penulis buku tersebut baru saja selesai memaparkan sekilas tentang isinya. Karena terlambat mengikuti pembahasan tersebut, saya mencari rilis terkait ulasan Pastor Revi. Isinya sebagai berikut.    
Ilmu pengetahuan saat ini sudah diperkaya oleh berbagai metode penelitian, baik kuantitatif maupun kualitatif. Akan tetapi metode kuantitatif masih menjadi primadona penelitian dan metode kualitatif masih menjadi pilihan ke dua. Orang masih melihat empirisme dan obyektifitas melalui data-data kuantitatif sebagai ‘yang benar’ dan ‘masuk akal’ dan sebaliknya menempatkan persepsi individu dan pengalaman hidup manusia sebagai subyektif dan bias. Orang lupa bahwa ilmu pengetahuan mulai dari pengalaman manusia akan dunianya. Pengalaman tersebut sangat diperlukan untuk dapat memahami secara komprehensif kompleksitas hidup manusia dan semua pengalaman yang terjadi dalam hidupnya. Mengabaikan pengalaman berarti membiarkan kekayaan sumber pengetahuan yang ada dalam diri subyek manusia. Mengesampingkan pengalaman berarti pula menyangkal sumber utama ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, sudah saatnya para peneliti memanfaatkan Metode Fenomenologi untuk secara ilmiah menginterpretasikan pengalaman hidup manusia dan menangkap arti dan esensi dari pengalaman tersebut. 
Secara khusus dan istimewa Metode Fenomenologi Aplikasi Pada Entrepreneurship ini semakin dirasakan relevansinya untuk diaplikasikan pada kajian mengenai entrepreneurship. Saat ini  begitu mendesak dan penting untuk mempelajari entrepreneurship secara lebih mendalam yaitu bertumpu pada pengalaman  entrepreneur itu sendiri. Pengalaman hidup mereka begitu berarti dan kaya serta menjadi sumber pengetahuan yang baru untuk menambah khazanah ke-entreprenership-an, menjawab permasalahan yang ada di bidang entrepreneurship dan mendidik serta menciptakan entrepreneur-entrepreneur baru.
Memang sudah banyak pendekatan dari berbagai macam bidang ilmu yang mencoba mempelajari entrepreneurship, karena hakekatnya yang multi disipliner. Namun satu hal yang sangat penting dalam memahami hakekat entrepreneurship adalah fenomena yang harus dipahami dari dalam diri entrepreneur itu sendiri, yakni kehidupan dan pengalaman nyata yang dihidupinya (lived-experience). Pendekatan positivistik dan kuantitatif sangat sulit dipakai untuk memahami dan mengkaji fenomena pengalaman hidup yang muncul dalam kesadaran ini. Apalagi ilmu entrepreneurship masih merupakan pre-paradigmatic discipline. Teori-teori dalam entrepreneurship tetap berkembang, belum matang (immature) justru karena aspek subyetivitas entrepreneur itu sendiri. Teori dalam entrepreneurship belum merupakan full-fledged theory.
Karena penekanan pada aspek pengalaman yang dihidupi oleh entrepreneur begitu penting untuk mempelajari entrepreneurship, maka metode Fenomenologi adalah metode yang sangat tepat. Sangat diharapkan bahwa metode ini semakin diminati.

Buku ini berisi tentang: apa itu entrepreneurship dan bagaimana meneliti entrepreneurship secara tepat; latar belakang pemikiran tentang Fenomenologi; Fenomenologi sebagai suatu metode dalam penelitian ilmu pengetahuan; bagaimana Metode Fenomenologi ini diterapkan dalam penelitian entrepreneurship dan prosedur penelitiannya; bagaimana analisa data dilakukan dengan metode ini; beberapa contoh penelitian yang menggunakan metode ini; validitas dan reliabilitas serta tantangan Metode Fenomenologi.
Setelah Pastor Revi, pemandu acara Aldrin Timbuleng yang adalah PR I Unika De La Salle Manado mempersilahkan para panelis memberikan tanggapan. Yang pertama adalah Melani Morin, BA, MMC, Dosen dari Perancis. Sulitnya memahami isi buku ini, lantas Melani menganalisanya menggunakan Bahasa Inggris membuat saya benar-benar “tersesat” ketika mencoba memahami dan mengkonstruksi pemikiran saya. Rasa haus yang menyerang seolah menjadi pembenaran bagi saya untuk sejenak meninggalkan forum itu dan menuju kantin yang terletak di bagian belakang kampus. Saat kembali ke auditorium itu, saya berpapasan dengan tiga kawan jurnalis yang juga “tersesat” sehingga memilih menuju kantin.
Panelis kedua adalah DR Valentino Lumowa, PR III Unika De La Salle Manado. Lumowa dalam kesempatannya lebih banyak memaparkan tentang apa itu fenomenologi dan kaitannya dengan ilmu-ilmu yang lain.
Sedangkan panelis ketiga adalah Prof DR Paul David Saerang, Dekan Fakultas Ekonomi Unsrat Manado. “Saya coba mengikuti jalan pemikiran DR Valen, tapi saya tersesat. Dan saya memilih untuk menunggu hasil akhir saja dari pembahasan beliau,” ujar Saerang gentel. “Sedangkan profesor doktor saja mengaku tersesat,” gumam saya.  
Dalam tanggapannya, Saerang mengakui bahwa saat ini lebih banyak dan mahasiswa cenderung menggunakan metode penelitian kuantitatif ketimbang kualitatif. Buku yang diluncurkan ini, lanjut Saerang, mencoba mendobrak kelaziman sebuah metode penelitian yang kuantitatif menjadi kualitatif. “Buku ini sebenarnya tidak pasaran, karena banyak orang yang tidak terlalu memahami. Tapi dua penulis buku ini adalah entrepreneurship sejati, yang mencoba mendobrak kebiasaan atau kelasiman dengan menawarkan suatu metode baru dan berharap mampu untuk merebut pasar. Mungkin di tahun-tahun mendapat buku ini bisa menjadi best seller,” papar Saerang. 
Setelah para panelis, Timbuleng mempersilahkan audiens untuk menanggapi. Kebanyakan penanggap dari kalangan dosen, juga praktisi. Sementara beberapa audiens menyampaikan tanggapannya, ponsel saya berdering. “Ketua, ada kesempatan dari jurnalis untuk menyampaikan tanggapan,” ujar kawan wartawan yang duduk di sisi sebelah kanan. “Saya tidak bisa memberikan tanggapan soal buku ini. Karena saya belum membacanya,” jawab saya.
Setelah beberapa sesi tanggapan, akhirnya Timbuleng menutup kegiatan peluncuran dan bedah buku tersebut. Saya dan tiga kawan wartawan pun beranjak meninggalkan auditorium, menuruni gedung berlantai empat itu. Hari sudah sore, pukul 16.00 WITA.  “So mo hujan ulang. Cepat jo, cabut,” ujar kawan saya yang langsung memacu sepeda motornya menuruni bukit meninggalkan kampus biru.(***)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar