GUNA
memenuhi tuntutan menjadi jurnalis yang berkompeten, dan profesional, Aliansi
Jurnalis Independen (AJI) menggodok puluhan kadernya selama tiga hari, sejak
Jumat-Minggu (27-29/04), di Wisma Hijau Mekarsari, Cimanggis, Depok. Ini kali
kedua saya berkunjung di kawasan yang juga menjadi Kampus Diklat Bina Swadaya,
setelah pada Februari 2012 lalu, mengikuti Rapat Kerja Nasional (Rakernas) AJI.
Ada sejumlah kisah menarik di sana.
Kampus ini memang Asri. Ketika memasuki gerbang
selebar delapan langkah orang dewasa, kita sudah bisa menikmati keindahan
kawasan ini. Ditumbuhi berbagai jenis pepohonan, serta hamparan rumput hijau.
Dua buah gasebo terletak di tengah taman. Beberapa pengunjung tampak
beristirahat di sana. Dari prasasti yang terletak di samping kanan gerbang
masuk, kampus ini diresmikan pada 18 Agustus 1982 oleh Direktur Bina Swadaya
Drs Bambang Ismawan. Lokasi ini memang cocok untuk menggelar berbagai pelatihan
dan diklat.
Dalam catatan saya, AJI Indonesia di era
kepengurusan Eko Maryadi ini sudah dua kali menggelar kegiatan tingkat
nasional. Setelah Rakernas Februari lalu, kali ini dua agenda sekaligus
dituntaskan di kawasan yang pada pertengahan tahun 1997, mengganti papan nama
Diklat Bina Swadaya menjadi Wisma Hijau - Pusdiklat Bina Swadaya.
Ada dua agenda sekaligus yang digelar AJI Indonesia
kali ini. Diawali pada Jumat 27 April dengan kegiatan Trainging of Trainners (ToT)
yang diikuti 32 jurnalis senior AJI dari berbagai Kota di Indonesia. Menurut
Item, sapaan keren Maryadi, ToT ini dimaksudkan untuk melahirkan calon-calon
penguji internal AJI yang nantinya akan menggelar UKJ di berbagai kota di
Indonesia.
Setelah ToT yang berlangsung selama sehari, kegiatan
dilanjutkan dengan UKJ yang diikuti oleh 20 jurnalis dengan kualifikasi
wartawan utama sebanyak 20 orang, madya (9) dan muda 7 orang, yang dimulai
sejak Sabtu (20/04), dan berakhir Minggu. UKJ sendiri merupakan amanat Dewan
Pers dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan-DP/II/2010 tentang Standar
Kompetensi Wartawan.
Sesi pembukaan sedikit menegangkan. Ketika pihak
penyelenggara juga terlihat tegang dalam menyampaikan arahan awal.
Peserta kemudian dibagi dalam beberapa kelompok. Masing-masing
kelompok terdiri dari empat orang. Saya, Machmud Ichi (AJI Ternate), Catur Ratna
Wulandari dan Frino Barus, keduanya dari AJI Bandung. Kelompok ini dipandu
seorang penguji utama. Namanya Bambang Budiono, seorang jurnalis senior. Bambu,
sapaan akrab pria berambut putih ini didampingi beberapa calon penguji antara
lain Ai Jufridar (AJI Lhok Sumawe), Upi Asmaradhana (AJI Makassar), dan Rika
(AJI Medan), juga sejumlah nama lainnya. Diantara kami berempat, hanya Ratna
yang menjadi peserta UKJ tingkat Muda. Sementara saya bersama Ichi dan Frino
mengikuti UKJ untuk tingkat Madya.
Bambu, memulai sesi pertama dengan menanyakan
tentang sejarah perkembangan pers tanah air. Ichi mendapat giliran pertama. Kemudian
berturut-turut saya, Ratna dan Frino. Sementara penguji utama memberikan
pertanyaan, para penguji pendampingi lainnya sibuk “pelototin” peserta UKJ. Berempat
kami seolah tak mampu bernapas menghadapi terjangan pandangan mata para penguji
yang total berjumlah 8 orang itu. Sesi pertama selesai. Peserta UKJ memberi
evaluasi tertulis. Break lima menit untuk menyantap hidangan snack yang
tersedia. Begitu selanjutnya kegiatan selama dua hari full.
Selama pelaksanaan UKJ, 20 peserta diuji dengan
modul uji yang disusun berdasarkan kisi-kisi buatan Dewan Pers. Para peserta
UKJ mendapatkan materi uji mulai dari soal wawasan jurnalisme, teknik
observasi, pengumpulan informasi, riset data, penulisan, editing, perencanaan
redaksi, sampai pemahaman etik jurnalistik. Metodologi UKJ yang digunakan
beragam, mulai tes tertulis, tes lisan, simulasi, dan diskusi kelompok. “Ada
beberapa sasaran yang ingin kami capai dengan pelaksanaan UKJ ini. Yang pertama
adalah sebagai alat ukur seberapa kompetennya kita (anggota AJI, red) di bidang
jurnalistik, yang berikutnya adalah dengan kompetensi yang ada maka kita
mempunyai daya tawar yang tinggi kepada perusahaan pers sehingga kita pantas
menuntut upah yang layak. Dan yang ketiga adalah menunjukan kepada publik
bagaimana pers yang beretika. Bagaimana anggota AJI punya jurnalis dengan
kemampuan menulis yang handal,” papar Ketua Umum AJI Indonesia, Eko Item
Maryadi saat pembukaan kegiatan UKJ.
Akhirnya setelah menghadapi berbagai materi dan
metode pengujian, UKJ resmi berakhir, Minggu (29/04). Para peserta UKJ
diinstruksikan untuk keluar ruangan. Sementara panitia dan penguji menggelar
rapat. Di luar ruangan para peserta menanti dengan harap-harap cemas. Beberapa menit
kemudian, peserta disuruh masuk. Para penguji dan panitia sudah duduk membentuk
lingkaran. Suasana kembali tegang, seperti saat acara pembukaan.
Sekjen AJI, Suwarjono bertindak sebagai MC. Dia mempersilahkan
Item tampil ke depan untuk memberikan sambutan. Dengan gaya khasnya, Item mulai
menyampaikan pokok sambutannya yang sesekali dilirik dari Black Berry-nya.
Item mengatakan, ke depan UKJ akan digelar di
berbagai kota. AJI berencana melakukan UKJ terhadap 1.900 anggotanya di seluruh
Indonesia. “AJI membebaskan biaya UKJ. Anggota AJI hanya perlu mengeluarkan
biaya transportasi untuk menuju ke tempat uji,” ujar Item.
Lanjut dia, saat ini dari 1900 anggota AJI yang
tersebar di seluruh Indonesia. “Untuk angkatan pertama ini kami menggodok 20
anggota AJI,” tandas Item. Selanjutnya diserahkan piagam peserta UKJ dan ToT. Foto
bersama menjadi akhir sesi dari rangkaian kegiatan ini.(***)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar