Doa bersama yang digelar AJI Manado bagi korban Sukhoi.
JATUHNYA
pesawat komersil Sukhoi Superjet 100 di gunung Salak, Bogor, Jawa Barat, Rabu
09 Mei 2012, membawa duka yang mendalam, khususnya bagi keluarga korban, maupun
para kerabat yang ditinggalkan. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Manado
menggelar aksi simpatik dengan menyalakan puluhan lilin sekaligus menggelar doa
bersama bagi para korban, terutama lima jurnalis yang ikut dalam penerbangan
itu.
Angka di ponsel saya menunjukan pukul 19.15 WITA,
saat saya memarkir motor tunggangan di kompleks Taman Dotu Lolong Lasut, atau
yang lebih diikenal dengan Taman Kesatuan Bangsa (TKB). Malam , Jumat 11 Mei
2012, aktivitas kawasan itu makin ramai. “Baru sampe Rik,” ujar saya ketika
melihat Erik, salah satu jurnalis di Manado yang juga baru saja memarkir
motornya. “Iyo. Yang lain mana,” balas Erik. “Mungkin sudah ada di dalam,” ujar
saya yang langsung mengajak Erik masuk ke kompleks TKB. Di sana sudah ada tiga
kawan, masing-masing Budi Susilo, Roger, dan satu lagi fotografer Harian Tribun
Manado. “Gimana persiapannya Bud,” tanya saya. “Sudah, sesuai rencana ketua,”
balas Budi.
Kamipun lantas ngobrol tentang berbagai hal,
terutama tentang musibah jatuhnya pesawat sukhoi. Malam beranjak makin larut. Satu
per satu kawan-kawan jurnalis berdatangan. Jarum jam menunjukan angka 20.30
WITA, ketika acara doa bersama ini siap untuk dimulai. Puluhan lilin sudah kami
nyalakan. “Ketua, torang mulai jo. So makin larut, cuaca juga mulai mendung. Kuatir
nanti hujan,” ujar beberapa kawan yang mulai cemas. “Tunggu kita cek dulu Budi
dan Sek (Sekretaris AJI Manado, Ishak Kusrant). Kita juga mau segera digelar
acara, makin larut nanti sasaran kita jadi bias,” jawab saya.
Roger segera menghubungi Budi, ponselnya diserahkan
pada saya. “Ya ketua, kita masih di rumah keluarga korban nih. Keluarga mau
gabung untuk doa bersama. Saya dengan Sek di sini,” jawab Budi. Beberapa saat
kemudian, acara doa bersama dimulai. Irsal, Koordinator Divisi Organisasi AJI
Manado bertindak sebagai MC. Satu dua patah kata disampaikan Irsal, yang
selanjutnya membacakan doa. Usai doa, Budi, Ishak, dan keluarga korban tiba di
TKB. Irsal mempersilahkan saya untuk menyampaikan sambutan. "Kegiatan doa
bersama dan pemasangan puluhan lilin ini didedikasikan bagi semua penumpang,
terutama lima rekan wartawan. Mereka jadi korban saat menjalankan tugas
jurnalistiknya," ujar saya.
Selanjutnya giliran Royke, wartawan Trans TV yang
menyampaikan kesannya terhadap salah satu dari wartawan yang gugur dari Trans
TV, sahabat Royke.
Suasana syahdu makin terasa setelah anggota keluarga
Anggraeni Fitria Swesty Supredjo, pramugari Sky Aviation yang jadi korban
tragedi Sukhoi, ikut bergabung bersama wartawan dan warga yang menyaksikan aksi
ini. Saat didaulat berbicara, bibi Anggi, Suratni Supredjo hanya berharap
pertolongan dan kasih sayang Allah SWT untuk keselamatan Anggi dan korban
lainnya. "Kalaupun Allah menakdirkan dia meninggal, kami ikhlaskan, dan
kalaupun diberi kesempatan hidup, kami sangat berterima kasih kepada-Nya,"
harap Suratni.
Aksi simpatik ini diikuti puluhan jurnalis dari
berbagai media yang ada di Sulut. Selain memasang lilin, para jurnalis juga
melepaskan seluruh kartu pers, kamera dan perlengkapan jurnalis lainnya di
depan foto di antara puluhan lilin yang menyala.
Pada bagian akhir, Michelle, wartawan
Trans7, membacakan doa penutup. Malam makin larut. Acara ini tidak hanya
dihadiri oleh para jurnalis juga keluarga korban, melainkan puluhan warga Manado
yang berada di kompleks TKB tersebut.
Ishak selanjutnya mengantar keluarga
korban. Masih ada acara foto-foto bersama. “Setelah ini masih ada acara apa,”
tanya seorang intel polisi kepada saya. “Acaranya sudah selesai,” jawab saya. “Ketua
mo wawancara dulu. Terkait inisiatif menggelar kegiatan doa ini,” ujar Royke
yang langsung menodongkan kameranya, diikuti jurnalis lainnya. Saya yang
didampingi pengurus AJI Manado menyampaikan beberapa pernyataan terkait
kegiatan malam itu.
Mungkin tak banyak yang tahu, bahwa
kegiatan doa bersama yang dihadiri puluhan warga serta diliput hampir semua
stasiun TV nasional itu, idenya berasal dari rekan Budi Susilo, Koordinator
Divisi Advokasi AJI Manado. Persiapannya juga cuma beberapa jam saja.
Jumat siang itu, saya sementara
mewawancarai Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Manado terkait tertunggaknya
pembayaran tunjangan profesi guru. Tiba-tiba ponsel di kantong kemeja saya
berdering. “Ketua, ini Budi. Jong..,” ujar Budi. “Ya, ada apa Bud,” balas saya.
“Gini ketua, saya ada usul nih AJI buat kegiatan doa bersama untuk korban
Sukhoi. Apalagi ada beberapa wartawan juga di pesawat itu,” ujar Budi. “Ok,
kalo gitu hubungi Sek, kita ketemu sebentar sore jam 3,” ujar saya yang
langsung diiyakan Budi.
Waktu masih menunjukan pukul 14.00 WITA
saat saya berada di kantin Dinas Pendidikan Nasional (Diknas) Sulut. Pikir saya,
daripada menunggu sampai jam 3 sore untuk ketemu Budi, mendingan sekarang saja.
Saya pun menyampaikan niat ini pada Budi. “Ok, Jong mengarah ke kantin
sekarang,” jawab Budi via SMS. “Kita kirim berita dulu, baru ke situ. Ini masih
di kawanua net,” balas Ishak, menjawab SMS yang saya kirim beberapa menit
sebelumnya. Beberapa saat kemudian Budi sampai di kantin. “Tadi sek bilang lagi
di kawanua net. Gimana kalo kita ke sana saja, pas ada juga kawan-kawan lain di
sana,” ujar saya. Budi setuju, kamipun segera meninggalkan kantin itu memacu
sepeda motor menuju kawanua net.
Selain Ishak, juga ada di sana, Jefry,
Aldrin, Daus, Kenny dan menyusul kemudian Steven dan Fendy. Dari markas
kawan-kawan jurnalis televisi itulah kami menggelar rapat singkat untuk
mempersiapkan kegiatan doa bersama, malam harinya.
Akhirnya kegiatan doa bersama itu
berakhir. Semoga keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan menghadapi cobaan
ini.(***)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar