Senin, 25 Maret 2013

Stasiun TVRI Gorontalo Diserbu



ALIANSI Jurnalis Independen (AJI) Kota Gorontalo, mengecam kekerasan dan pendudukan Stasiun TVRI Gorontalo oleh massa pendukung calon Wali Kota Gorontalo Adhan Dhambea yang terjadi Senin, 25 Maret 2013. AJI meminta polisi menangkap dan menyidik para pelaku sesuai ketentuan hukum yang berlaku. 

Pendudukan Stasiun TVRI oleh massa pendukung pasangan calon pasangan Adhan Dhambea-Indrawanto Hassan dilakukan dengan cara-cara kekerasan dan perampasan alat kerja sejumlah jurnalis yang meliput pendudukan studio TVRI Gorontalo itu. Saat pendudukan terjadi, TVRI Gorontalo yang tengah menyiarkan talkshow secara live.
Massa yang dipimpin Adhan Dhambea dan Indrawanto Hassan itu melakukan penganiayaan dan/atau pengancaman terhadap sejumlah wartawan TVRI. Mereka memprotes pemberitaan TVRI, yang mengutip Ketua Panwaslu Gorontalo terkait keputusan PTUN soal keabsahan pencalonan pasangan Adhan Dhambea-Indrawanto Hassan.
Massa pendukung Adhan dan Indrawanto itu menghentikan siaran, dan melakukan pemukulan terhadap terhadap sejumlah awak TVRI, yaitu Bambang Ismadi (koordinator liputan TVRI Gorontalo, ditendang), Irmansyah (Kepala LPP TVRI Gorontalo,  ditendang), Ichsan Nento (Divisi Program, dipukuli saat mencegat massa).
Selain itu, mereka juga menganiaya dan mengancam sejumlah wartawan dari berbagai media yang sedang meliput pendudukan Stasiun TVRI itu. Wartawan ANTV, Rully Lamusu, diancam agar menghapus rekaman kekerasan yang dilakukan para pelaku. Perlakuan yang sama juga dialami Farid Utina, wartawan Trans 7. Para pelaku kekerasan itu juga merampas kamera wartawan MetroTV, Andri Arnold. “Para pelaku kekerasan itu melecehkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang melindungi hak wartawan untuk menjalankan pekerjaannya. Menganiaya, mengancam, dan merampas alat kerja wartawan adalah tindak pidana, dan polisi harus menangkap serta menyidik para pelaku,” kata Ketua AJI Gorontalo, Syamsul Huda M.Suhari, Senin malam.
Dirinya menghimbau pada seluruh kalangan masyarakat, agar menggunakan mekanisme hak jawab apabila berkeberata dengan pemberitaan media, sebagaimana yang diatur dalam UU Pers.
 Syamsul  menyatakan kasus itu harus diusut tuntas, dan polisi harus aktif menyidik para pelaku. “Kami menerima laporan bahwa para polisi yang melihat pemukulan itu membiarkan para pelaku. Polisi harus berani menegakkan hukum dan menjaga kehormatan institusinya dengan menindak para pelaku. Kekerasan dan pendudukan kantor TVRI bukan delik aduan. Kami menuntut polisi bertindak tanpa harus berlama-lama menunggu laporan,” katanya .
Sementara itu, Koordinator Divisi Advokasi AJI Indonesia, Aryo Wisanggeni   menegaskan AJI Indonesia akan mengawal kasus itu, dan menyiapkan langkah-langkah untuk memastikan para pelaku kekerasan itu dipindanakan. “Sepanjang 2013 ini, sudah terjadi sedikitnya 12 kasus kekerasan terhadap jurnalis . Hanya ada satu jalan untuk memutus siklus kekerasan terhadap jurnalisi, yaitu proses hukum,” kata Aryo.(***)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar