AGAK
ragu,
saya melangkah menuju ruangan pimpinan Redaksi Harian KOMENTAR. Di dalamnya
duduk Jemmy Saroinsong yang saat itu menjabat sebagai Redaktur Pelaksana. Suatu
hari di pertengahan Bulan Februari 2006. Tak pernah terlintas kalau itu
merupakan salah satu momen penting mengawali kerja saya di Harian METRO, yang
hari ini genap berusia 10 tahun.
“Ngana ada rencana lain ke depan,” ujar Jemmy dengan
nada serius, juga penuh misteri. Saya belum sempat menjawab sepatah katapun
ketika dia melanjutkan kembali kalimatnya. “Maksudnya masih tetap di Manado
toh,” tandasnya. “Iyo bos, masih di sini. Dan masih tetap di sini,” jawab saya
agak ragu. “Ok kalau begitu, tunggu informasi selanjutnya,” balas Jemmy. Saya
pun keluar meninggalkan ruangan itu dengan ragu dan penuh tanda tanya.
Beberapa hari berikutnya, saya masih menjalankan
tugas seperti biasa sebagai reporter Harian KOMENTAR, ketika ponsel saya
berdering. Sebuah pesan singkat masuk. “Ketemu di Lantai 3 kantor. Sore ini jam
3. Jangan bilang siapa-siapa.” Demikian isi pesan singkat yang dikirim oleh
Jemmy.
Masih dengan sejuta tanda tanya di benak, setelah
menyelesaikan liputan di sore itu, saya bergegas menuju Kantor Redaksi Harian KOMENTAR,
Blok IB Nomor 38, Megamas Manado. Terus naik ke lantai 3, sesuai dengan
instruksi. Tak juga bilang siapa-siapa, sebagaimana pesan singkat tadi. Sampai di
dalam ruangan di lantai 3 tersebut, di dalam sudah ada Jemmy bersama, Koorbid
Harian KOMENTAR, Raymond Pasla. Saya tak berkata apapun, selain mendengar
penyampaian oleh Jemmy. Intinya, Harian METRO akan mengelola manajemen
pemberitaan sendiri. Terlepas dari Harian KOMENTAR. Pasalnya, selama lebih
kurang 3 tahun berdiri sejak tahun 2003, berita-berita di Harian METRO lebih
banyak diambil dari Harian KOMENTAR. Struktur redaksi diubah.
Jemmy yang sebelumnya juga merangkap sebagai
Wapemred Harian METRO, naik sebagai Pemred menggantikan Landy Wowor. Pasla di
posisi Wapemred. Sejumlah nama yang selama tiga tahun di METRO tetap
dipertahankan, seperti Reynad Pangalila, Farry Oroh, Hence Poli, Jackly Masie dan Mangatur
Pandiangan. Sedangkan yang selama ini merangkap di Harian METRO dan Harian KOMENTAR
seperti Agustinus Randang dan Dance Siahaya, kini fokus di Harian METRO. Sedangkan
saya dan Pasla termasuk yang “ditransfer” masuk di Harian METRO. Setelah dua
tahun lamanya saya merintis menjalani profesi sebagai jurnalis bersama Harian
KOMENTAR.
Selama beberapa hari selanjutnya, selain
merampungkan struktur, rubrikasi, serta penanggungjawab halaman, juga dilakukan
perekrutan dan trainning bagi calon reporter. Saya yang sebelumnya sebagai
reporter di Harian KOMENTAR dengan desk liputan Pemkot Manado, kini naik kelas
sebagai Redaktur Harian METRO, penanggungjawab halaman Ron Manado dan Minahasa
Raya. Di pos liputan Manado, saya ditemani dua pendatang baru, Rolf Lumintang
dan Yinthze Gunde. Dua orang ini merupakan angkatan pertama di Harian METRO
setelah “memisahkan diri” dari Harian KOMENTAR. Selain keduanya, ada juga Fransiskus
Talokon, Stanley Lalamentik, Erwin Winerungan, Rolly Wowor, Marpol Hetraria,
Vebry Haryadi dan Reggy Imbar sebagai fotografer.
Sedangkan untuk halaman Minahasa Raya, ada Farry Oroh
(Minahasa), Mangatur Pandiangan (Minsel), Fransiskus Talokon (Tomohon), dan
Vebry Haryadi (Minut).
Di posisi lay out, ada nama-nama seperti Haman Palandung, Rahmat Umar, Devie Bawotong, Adnan Parambanan, Leyli dan Vera.
Di posisi lay out, ada nama-nama seperti Haman Palandung, Rahmat Umar, Devie Bawotong, Adnan Parambanan, Leyli dan Vera.
Awal Maret
2006, skuad baru Harian METRO ini resmi bergerak. Dalam perjalanannya banyak
persitiwa yang terjadi, memperkuat skuad ini, maupun menguji kekompakan dan
kebersamaan. Perbedaan pendapat, karakter tiap personil, perubahan skuad,
masuk-keluar kru, menjadi warna-warni dalam hari-hari perjalanan Harian METRO
selanjutnya. Semua masih terekam jelas dalam ingatan saya, hal yang
menggembirakan, mengecewakan, membanggakan, menyedihkan bahkan juga
menyakitkan. Hal yang paling menyedihkan, adalah kepergian dua personil Harian
METRO. Helmi di tahun 2008, meninggal akibat sakit. Dan kepergian secara tragis
kawan Aryono Linggotu, yang tewas dibunuh dengan belasan tusukan di
tubuhnya, Minggu 25 Nopember 2012. Saya secara pribadi, juga sebagai Ketua
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Manado, wadah di mana Ryo bergabung, masih
memiliki beban untuk mengungkap kematian salah satu jurnalis berbakat ini.
Inilah beberapa lembaran catatan yang menghiasi perjalanan
tujuh tahun saya bersama Harian METRO.
Di tengah industrialisasi media, perusahaan pers tumbuh
ibarat jamur di musim hujan, yang saling mencaplok para jurnalis karena enggan
melatih wartawan baru, tetap berada bersama di Harian METRO hingga hari ini
adalah sebuah pilihan. Karena sesungguhnya hidup itu adalah memilih, dan
menjalaninya dengan baik.
Jarum jam di kamar kost menunjukan pukul 10.30 WITA.
Rabu 06 Maret 2013. Akhirnya saya merampungkan tulisan ini, setelah sejak
semalam mendapat ide untuk menulis catatan kecil ini. Selamat ulang tahun SKH
METRO ke-10.(***)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar