Selasa, 05 Maret 2013

Kenangan Tujuh Tahun Bersama METRO




AGAK ragu, saya melangkah menuju ruangan pimpinan Redaksi Harian KOMENTAR. Di dalamnya duduk Jemmy Saroinsong yang saat itu menjabat sebagai Redaktur Pelaksana. Suatu hari di pertengahan Bulan Februari 2006. Tak pernah terlintas kalau itu merupakan salah satu momen penting mengawali kerja saya di Harian METRO, yang hari ini genap berusia 10 tahun.

“Ngana ada rencana lain ke depan,” ujar Jemmy dengan nada serius, juga penuh misteri. Saya belum sempat menjawab sepatah katapun ketika dia melanjutkan kembali kalimatnya. “Maksudnya masih tetap di Manado toh,” tandasnya. “Iyo bos, masih di sini. Dan masih tetap di sini,” jawab saya agak ragu. “Ok kalau begitu, tunggu informasi selanjutnya,” balas Jemmy. Saya pun keluar meninggalkan ruangan itu dengan ragu dan penuh tanda tanya.
Beberapa hari berikutnya, saya masih menjalankan tugas seperti biasa sebagai reporter Harian KOMENTAR, ketika ponsel saya berdering. Sebuah pesan singkat masuk. “Ketemu di Lantai 3 kantor. Sore ini jam 3. Jangan bilang siapa-siapa.” Demikian isi pesan singkat yang dikirim oleh Jemmy.
Masih dengan sejuta tanda tanya di benak, setelah menyelesaikan liputan di sore itu, saya bergegas menuju Kantor Redaksi Harian KOMENTAR, Blok IB Nomor 38, Megamas Manado. Terus naik ke lantai 3, sesuai dengan instruksi. Tak juga bilang siapa-siapa, sebagaimana pesan singkat tadi. Sampai di dalam ruangan di lantai 3 tersebut, di dalam sudah ada Jemmy bersama, Koorbid Harian KOMENTAR, Raymond Pasla. Saya tak berkata apapun, selain mendengar penyampaian oleh Jemmy. Intinya, Harian METRO akan mengelola manajemen pemberitaan sendiri. Terlepas dari Harian KOMENTAR. Pasalnya, selama lebih kurang 3 tahun berdiri sejak tahun 2003, berita-berita di Harian METRO lebih banyak diambil dari Harian KOMENTAR. Struktur redaksi diubah.
Jemmy yang sebelumnya juga merangkap sebagai Wapemred Harian METRO, naik sebagai Pemred menggantikan Landy Wowor. Pasla di posisi Wapemred. Sejumlah nama yang selama tiga tahun di METRO tetap dipertahankan, seperti Reynad Pangalila, Farry Oroh, Hence Poli, Jackly Masie dan Mangatur Pandiangan. Sedangkan yang selama ini merangkap di Harian METRO dan Harian KOMENTAR seperti Agustinus Randang dan Dance Siahaya, kini fokus di Harian METRO. Sedangkan saya dan Pasla termasuk yang “ditransfer” masuk di Harian METRO. Setelah dua tahun lamanya saya merintis menjalani profesi sebagai jurnalis bersama Harian KOMENTAR.
Selama beberapa hari selanjutnya, selain merampungkan struktur, rubrikasi, serta penanggungjawab halaman, juga dilakukan perekrutan dan trainning bagi calon reporter. Saya yang sebelumnya sebagai reporter di Harian KOMENTAR dengan desk liputan Pemkot Manado, kini naik kelas sebagai Redaktur Harian METRO, penanggungjawab halaman Ron Manado dan Minahasa Raya. Di pos liputan Manado, saya ditemani dua pendatang baru, Rolf Lumintang dan Yinthze Gunde. Dua orang ini merupakan angkatan pertama di Harian METRO setelah “memisahkan diri” dari Harian KOMENTAR. Selain keduanya, ada juga Fransiskus Talokon, Stanley Lalamentik, Erwin Winerungan, Rolly Wowor, Marpol Hetraria, Vebry Haryadi dan Reggy Imbar sebagai fotografer.  
Sedangkan untuk halaman Minahasa Raya, ada Farry Oroh (Minahasa), Mangatur Pandiangan (Minsel), Fransiskus Talokon (Tomohon), dan Vebry Haryadi (Minut).               
Di posisi lay out, ada nama-nama seperti Haman Palandung, Rahmat Umar, Devie Bawotong, Adnan Parambanan, Leyli dan Vera.
 Awal Maret 2006, skuad baru Harian METRO ini resmi bergerak. Dalam perjalanannya banyak persitiwa yang terjadi, memperkuat skuad ini, maupun menguji kekompakan dan kebersamaan. Perbedaan pendapat, karakter tiap personil, perubahan skuad, masuk-keluar kru, menjadi warna-warni dalam hari-hari perjalanan Harian METRO selanjutnya. Semua masih terekam jelas dalam ingatan saya, hal yang menggembirakan, mengecewakan, membanggakan, menyedihkan bahkan juga menyakitkan. Hal yang paling menyedihkan, adalah kepergian dua personil Harian METRO. Helmi di tahun 2008, meninggal akibat sakit. Dan kepergian secara tragis kawan Aryono Linggotu, yang tewas dibunuh dengan belasan tusukan di tubuhnya, Minggu 25 Nopember 2012. Saya secara pribadi, juga sebagai Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Manado, wadah di mana Ryo bergabung, masih memiliki beban untuk mengungkap kematian salah satu jurnalis berbakat ini.
Inilah beberapa lembaran catatan yang menghiasi perjalanan tujuh tahun saya bersama Harian METRO.  
Di tengah industrialisasi media, perusahaan pers tumbuh ibarat jamur di musim hujan, yang saling mencaplok para jurnalis karena enggan melatih wartawan baru, tetap berada bersama di Harian METRO hingga hari ini adalah sebuah pilihan. Karena sesungguhnya hidup itu adalah memilih, dan menjalaninya dengan baik.
Jarum jam di kamar kost menunjukan pukul 10.30 WITA. Rabu 06 Maret 2013. Akhirnya saya merampungkan tulisan ini, setelah sejak semalam mendapat ide untuk menulis catatan kecil ini. Selamat ulang tahun SKH METRO ke-10.(***) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar