MEDIA
cetak, elektronik termasuk televisi dan radio serta online, ramai memberitakan kasus kejahatan seksual
yang dialami RI, anak 10 tahun. Media membantu memberitakan kasus kejahatan ini
sehingga pihak kepolisian segera bertindak. Juga beberapa kasus kekerasan
seksual terutama menyangkut anak-anak dibawah umur media memberikan porsi utama
dalam setiap pemberitaannya.
Masyarakat pun mengetahui bahwa masih banyak
persoalan besar yang dialami oleh anak. Namun, pemberitaan tentang isu anak,
khususnya pemberitaan kekerasan seksual masih belum sesuai UU Pers Nomor 40 tahun
1999, kode etik jurnalistik, UU Penyiaran Nomor 32 tahun 2002, Pedoman Perilaku
Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 SPS) 2012 serta Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Aliansi
Jurnalis Independen (AJI) Indonesia masih menemukan media massa yang melakukan
pelanggaran berupa pengungkapan identitas anak korban kekerasan seksual dan
keluarganya. Media massa sesuai aturan seharusnya menyamarkan identitas korban
dan keluarganya dalam bentuk apapun (wawancara, foto, tempat tinggal, sekolah,
rumah sakit) di media. Bahkan ada media yang mewawancarai anak korban kejahatan
seksual. Ini jelas bertentangan dengan kode etik serta P3SPS.
Temuan ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan AJI Indonesia pada Maret-Mei 2012
kepada tujuh surat kabar dan enam televisi. Selama kurung waktu tiga bulan, 442
berita tentang anak di surat kabar dan 396 berita di televisi. Berita kekerasan
seksual sebanyak 34 berita di surat kabar dan 14 berita di televisi.
Media, berdasarkan hasil penelitian, masih memuat
identitas anak. Nama korban disamarkan, namun nama orangtua atau keluarga masih
disebutkan secara lengkap. Media juga masih memberikan stereotipe serta
penggunaan istilah yang menyudutkan anak-anak. Ada juga media yang masih
melakukan wawancara dengan anak korban kekerasan seksual. Anak korban kekerasan
seksual masih ditanya tentang dimana kejadian dan bagaimana kejadian itu
berlangsung.
Padahal sangat jelas dalam P3SPS, anak tidak boleh
diwawancara terkait sesuatu yang membuatnya trauma. Kasus kekerasan seksual
merupakan suatu kejadian yang menimbulkan trauma fisik maupun psikis. Ini
menunjukkan perlindungan atas hak anak, masih belum dipenuhi oleh media.
Terkait itu, AJI Indonesia menghimbau agar media
harus tunduk pada Kode Etik Jurnalistik, Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar
Program Siaran (P3 SPS) 2012 serta Undang-Undang No 13 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Media diharapkan ikut memberikan perlindungan terhadap anak
atas pemberitaan. Jangan sampai media memberitakan namun justru menimbulkan
dampak lebih berat kepada korban dan keluarganya.
Jakarta, 9 Januari 2013
Eko Maryadi
(Ketua Umum AJI Indonesia)
Rach Alida Bahaweres
(Koordinator Divisi Perempuan AJI Indonesia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar