Minggu, 13 Januari 2013

Pengusaha Tuntut Desentralisasi Proyek Pendidikan



ADA hal yang menggelitik bagi saya saat meliput Musyawarah Kerja Daerah (Muskerda) Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Propinsi Sulut, Kamis 21 Desember 2012 lalu. Di saat polemik tentang perubahan kurikulum sedang panas-panasnya, seorang pengusaha yang ikut hadir dalam kegiatan tersebut bicara soal desentralisasi proyek pendidikan melalui pengadaan dan penerbitan buku. 

Menginjak tengah hari, saya tiba di sebuah hotel di kawasan Bahu Mall Manado. Setelah masuk ke dalam ruangan, terlihat Kepala Dinas Pendidikan Nasional Propinsi Sulut, Drs JSJ Wowor MSi bersama Ketua BMPS Propinsi Sulut, Pastor Freds tawalujan Pr berada di meja pembicara. Rupanya sesi siang itu hampir selesai. Ratusan peserta yang terdiri dari guru dan pengurus yayasan persekolahan sedang menunggu waktu makan siang. Ketika Wowor mempersilahkan para peserta untuk menanggapi sesi itu sebelum diakhiri, seorang di antara peserta itu mengacungkan tangannya.  Sambil membuka catatan dari sebuah phonebook-nya, pria yang belakangan diketahui sebagai pemilik hotel itu bicara panjang lebar tentang sistem pendidikan Indonesia. Dia membaca data serta catatan-catatan yang dipegangnya dengan begitu semangat, tanpa memperhatikan peserta yang mulai jenuh dan menanti jam makan siang. Penyampaian pengusaha ini mulai menarik dan menggelitik saat dia menyinggung soal rencana perubahan kurikulum yang dipandang dari sudut pengusaha. “Perubahan kurikulum punya banyak implikasi. Salah satunya adalah berubahnya buku ajar yang digunakan di sekolah-sekolah. Berapa banyak dana yang bakal dihabiskan untuk pengadaan buku yang abru sesuai kurikulum?,” papar sang pengusaha tadi.
Dia kemudian menambahkan, sistem desentralisasi yang diterapkan di Indonesia ternyata tidak merata di semua sektor, termasuk pendidikan. “Seharusnya kalau desentralisasi sektor pendidikan, untuk proyek pengadaan buku harus diserahkan juga kepada pengusaha di daerah. Bukan semua menjadi monopoli pengusaha di Jawa,” ujar dia.
Ratusan peserta tampak bisik-bisik. “Yah, dasar pengusaha. Perubahan kurikulum dihitung dari aspek proyek pengadaan buku,” celutuk seorang peserta.
Wowor dan Talalujan menjawabnya secara diplomatis. Hadirin juga tak tertarik untuk membahasnya lebih lanjut. Setelah doa makan, ratusan peserta pun bersaing ketat untuk mendapatkan piring guna menikmati makan siang.(***)
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar