Selasa, 22 Januari 2013

Penulis Surat Pembaca Dihukum 1 Miliar oleh MA



HAK berpendapat telah dijamin oleh UUD 45, akan tetapi bagi Hoe Seng Seng
belum bermakna bahkan tidak berarti. Dirinya mengeluh atas status tanah yang
dibelinya berupa Ruko di ITC Mangga dua Jakarta Utara yang tercatat dan dinilai
diakui status tanahnya HGB oleh pengembang ternyata tanah ruko itu statusnya
HPL milik pemda DKI Jakarta.

Keluhan yang dimuat pada surat pembaca Koran Sore Suara Pembaruan dan Koran
Harian Kompas dirinya di hukum oleh MA membayar ganti rugi immateriil sebesar 1
milyar secara tunai. Hal ini sungguh menjadi keprihatinan bagi warga negara
untuk mendapat keadilan di depan hukum. Hak berpendapat dan hak menyampaikan
informasi bagi warga negara belum mendapat jaminan dari negara dalam hal ini
penegak hukum khususnya hakim Agung perkara ini.
Pada awal surat pembaca yang dibuatnya, pihak Pengembang Ruko tersebut,
PT.Duta Pertiwi (Sinar Mas Group) telah melaporkan Hoe Seng-Seng dan beberapa
rekannya sesama pembeli dan penghuni Ruko ITC mangga dua itu ke Mabes Polri,
atas pencemaran nama baik karena membuat surat pembaca yang dimuat di koran
Sore Suara pembaruan dan Koran Harian Kompas. Dengan judul “Duta Pertiwi bohong”
pada harian Kompas tanggal 26 September 2006, dan Suara Pembaruan berjudul
“Jeritan Pemilik Kios di ITC manga Dua” edisi 21 nopember 2006, yang berisi
meminta penjelasan atas perbedaan status tanah ruko yang dibelinya.
Laporan pidana itu berproses di Pengadilan Negeri Jakarta Timur Khoe Seng
Seng dihukum 6 bulan dengan masa percobaan satu tahun, sebagaimana amar putusan
pengadilan Negeri tersebut. Sebelum kasus pidananya berproses di Pengadilan PT
Duta Pertiwi (Sinar mas group) juga mengugat secara perdata terhadap Khoe Seng-Seng
ke Pengadilan negeri Jakarta Utara atas obyek surat pembaca yang sama, dengan
tuntutan ganti rugii immateriil 17 milyar rupiah dan dikabulkan oleh dengan
menghukum ganti rugi 1 milyar oleh Pengadilan Negeri itu. Seng Seng tidak puas
sehingga melalaui LBH Pers sebagai kuasanya mengajukan banding. Pada putusan
banding Seng Seng dimenangkan dengan amar putusan pengadilan negeri Jakarta
utara dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Namun pihak PT Duta Pertiwi (Mukhtar Widjaja) mengajukan kasasi, walhasil
putusan no. 483 K/Pdt/2010 yang didapat dari website mahkamah agung memutuskan
Hoe Seng Seng dinyatakan melanggar hukum karena membuat surat pembaca dan dihukum
membayar 1 milyar secara tunai.
Putusan kasasi tersebut sebagai putusan rapat majelis Hakim Agung  04 Januari 2012 yang dihadiri oleh H.M Imron Anwari, selaku ketua Muda Peradilan Militer sebagai ketua majelis , H. Suwardi,
SH, MH dan Timur P manurung selaku anggota dibantu misnawati selaku Panitera
Pengganti. Majelis hakim tersebut yang juga pernah memutus perkara pidana
Hillary Khimezie yang telah divonis hukuman mati dan dibatalkan di MA oleh para hakim tersebut dengen merubah putusan menjadi hukuman penjara 12 tahun penjara terhadap Warga negara Nigeria itu kasus tersebut juga menjadi perbincangan ramai di media masa dan dinilai aneh oleh masyarakat.
Begitu juga dalam putusan majeis hakim tersebut dalam putusan ini, sama
sekali tidak mempertimbangkan alasan atau dalil kontra kasasi Khoe Seng Seng,
hanya sebatas risalah bahwa yang intinya berbunyi Khoe Seng-Seng/Termohon
kasasi telah mengajukan jawaban Memori Kasasi tanggal 9 desember 2009
yangtecantumpada halaman 33 putusan . Tidak ada kata atau kalimat lain yang
dijadikan alasan majelis hakim Agung untuk menolak dalil termohon kasasi, atas
dalil penerapan hukum yang salam oleh majelis PN Jakarta Utara. Bahkan dalam
putusan tersebut hanya sebatas membenarkan alasan dari Pihak Duta Pertiwi.
LBH Pers selaku kuasa hukum menyatakan bahwa putusan tersebut tidak adil
dan hanya sepihak, serta membunuh rasa keadilan bagi warga negara yang hanya mengeluh
untuk mencari solusi atas apa yang dirasakan wrga negara dalam hal ini atas
status tanah yang dibelinya berbda dan tertulis dan diakui HGB (Hak Guna
Bangunan) oleh pihak pengembang ternyata tanah pada ruko yang dibeli itu milik
Pemda DKI yang statusnya HPL (Hak Penggunaan Lahan).
Putusan ini sungguh cermin ketidak adilan yang diberikan majelis hakim
Agung. Tidak hanya sebatas hak berpendapat yang dikebiri, akan tetapi putusan kasus
yang sama atas nama kawannya Winny selaku tergugat yang juga karena menulis
surat pembaca atas keluhan yang sama diptus oleh MA dengan putusan gugatan
ditolak. Sehingga aneh jika putusan atas nama Hoe Seng Seng selaku tergugat
dikabulkan.
Dengan ini LBH Pers selaku kuasa hukum Hoe Seng Seng menyatakan kecewa
dengan putusan kasasi tersebut, dan telah menimbulkan pertentangan antara
putusan yang satau dengan putusan yang lain dan jelas berkibat pada ketidakpastian
hukum di Negeri ini. Karena tidak adil dan bertentangan antara putusan satu
dengan lainnya serta tidak diterapkan hukum dengan benar, maka atas putusan
kasasi tersebut akan melakukan upaya peninjaun kembali.(***)

Jakarta, 22 Januari 2013
LBH Pers
Nawawi Bahruddin, SH
(Direktur eksekutif LBH Pers)

Sholeh Ali, SH
 (Wakil Direktur LBH Pers)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar