HAK berpendapat
telah dijamin oleh UUD 45, akan tetapi bagi Hoe Seng Seng
belum bermakna bahkan tidak berarti. Dirinya mengeluh
atas status tanah yang
dibelinya berupa Ruko di ITC Mangga dua Jakarta Utara
yang tercatat dan dinilai
diakui status tanahnya HGB oleh pengembang ternyata tanah
ruko itu statusnya
HPL milik pemda DKI Jakarta.
Keluhan yang dimuat pada surat pembaca Koran Sore Suara
Pembaruan dan Koran
Harian Kompas dirinya di hukum oleh MA membayar ganti
rugi immateriil sebesar 1
milyar secara tunai. Hal ini sungguh menjadi keprihatinan
bagi warga negara
untuk mendapat keadilan di depan hukum. Hak berpendapat
dan hak menyampaikan
informasi bagi warga negara belum mendapat jaminan dari
negara dalam hal ini
penegak hukum khususnya hakim Agung perkara ini.
Pada awal surat pembaca yang dibuatnya, pihak Pengembang
Ruko tersebut,
PT.Duta Pertiwi (Sinar Mas Group) telah melaporkan Hoe
Seng-Seng dan beberapa
rekannya sesama pembeli dan penghuni Ruko ITC mangga dua
itu ke Mabes Polri,
atas pencemaran nama baik karena membuat surat pembaca
yang dimuat di koran
Sore Suara pembaruan dan Koran Harian Kompas. Dengan
judul “Duta Pertiwi bohong”
pada harian Kompas tanggal 26 September 2006, dan Suara
Pembaruan berjudul
“Jeritan Pemilik Kios di ITC manga Dua” edisi 21 nopember
2006, yang berisi
meminta penjelasan atas perbedaan status tanah ruko yang
dibelinya.
Laporan pidana itu berproses di Pengadilan Negeri Jakarta
Timur Khoe Seng
Seng dihukum 6 bulan dengan masa percobaan satu tahun,
sebagaimana amar putusan
pengadilan Negeri tersebut. Sebelum kasus pidananya
berproses di Pengadilan PT
Duta Pertiwi (Sinar mas group) juga mengugat secara
perdata terhadap Khoe Seng-Seng
ke Pengadilan negeri Jakarta Utara atas obyek surat
pembaca yang sama, dengan
tuntutan ganti rugii immateriil 17 milyar rupiah dan
dikabulkan oleh dengan
menghukum ganti rugi 1 milyar oleh Pengadilan Negeri itu.
Seng Seng tidak puas
sehingga melalaui LBH Pers sebagai kuasanya mengajukan
banding. Pada putusan
banding Seng Seng dimenangkan dengan amar putusan
pengadilan negeri Jakarta
utara dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Namun pihak PT Duta Pertiwi (Mukhtar Widjaja) mengajukan
kasasi, walhasil
putusan no. 483 K/Pdt/2010 yang didapat dari website
mahkamah agung memutuskan
Hoe Seng Seng dinyatakan melanggar hukum karena membuat
surat pembaca dan dihukum
membayar 1 milyar secara tunai.
Putusan kasasi tersebut sebagai putusan rapat majelis
Hakim Agung 04 Januari 2012 yang
dihadiri oleh H.M Imron Anwari, selaku ketua Muda Peradilan Militer sebagai
ketua majelis , H. Suwardi,
SH, MH dan Timur P manurung selaku anggota dibantu
misnawati selaku Panitera
Pengganti. Majelis hakim tersebut yang juga pernah
memutus perkara pidana
Hillary Khimezie yang telah divonis hukuman mati dan
dibatalkan di MA oleh para hakim tersebut dengen merubah putusan menjadi
hukuman penjara 12 tahun penjara terhadap Warga negara Nigeria itu kasus tersebut
juga menjadi perbincangan ramai di media masa dan dinilai aneh oleh masyarakat.
Begitu juga dalam putusan majeis hakim tersebut dalam
putusan ini, sama
sekali tidak mempertimbangkan alasan atau dalil kontra
kasasi Khoe Seng Seng,
hanya sebatas risalah bahwa yang intinya berbunyi Khoe
Seng-Seng/Termohon
kasasi telah mengajukan jawaban Memori Kasasi tanggal 9
desember 2009
yangtecantumpada halaman 33 putusan . Tidak ada kata atau
kalimat lain yang
dijadikan alasan majelis hakim Agung untuk menolak dalil
termohon kasasi, atas
dalil penerapan hukum yang salam oleh majelis PN Jakarta
Utara. Bahkan dalam
putusan tersebut hanya sebatas membenarkan alasan dari
Pihak Duta Pertiwi.
LBH Pers selaku kuasa hukum menyatakan bahwa putusan
tersebut tidak adil
dan hanya sepihak, serta membunuh rasa keadilan bagi
warga negara yang hanya mengeluh
untuk mencari solusi atas apa yang dirasakan wrga negara
dalam hal ini atas
status tanah yang dibelinya berbda dan tertulis dan
diakui HGB (Hak Guna
Bangunan) oleh pihak pengembang ternyata tanah pada ruko
yang dibeli itu milik
Pemda DKI yang statusnya HPL (Hak Penggunaan Lahan).
Putusan ini sungguh cermin ketidak adilan yang diberikan
majelis hakim
Agung. Tidak hanya sebatas hak berpendapat yang dikebiri,
akan tetapi putusan kasus
yang sama atas nama kawannya Winny selaku tergugat yang
juga karena menulis
surat pembaca atas keluhan yang sama diptus oleh MA
dengan putusan gugatan
ditolak. Sehingga aneh jika putusan atas nama Hoe Seng
Seng selaku tergugat
dikabulkan.
Dengan ini LBH Pers selaku kuasa hukum Hoe Seng Seng
menyatakan kecewa
dengan putusan kasasi tersebut, dan telah menimbulkan
pertentangan antara
putusan yang satau dengan putusan yang lain dan jelas
berkibat pada ketidakpastian
hukum di Negeri ini. Karena tidak adil dan bertentangan
antara putusan satu
dengan lainnya serta tidak diterapkan hukum dengan benar,
maka atas putusan
kasasi tersebut akan melakukan upaya peninjaun kembali.(***)
Jakarta, 22 Januari 2013
LBH Pers
Nawawi Bahruddin, SH
(Direktur eksekutif LBH Pers)
Sholeh Ali, SH
(Wakil Direktur
LBH Pers)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar