Jumat, 10 Februari 2012

SMAN 1 Manado Goes to Oxford



SALAH satu kota pendidikan dan tertua di Inggris, Oxford menjadi kota yang cukup diminati oleh warga dunia sebagai tempat menimba ilmu. Dengan perpaduan budaya dunia menjadikan Oxford kota yang sangat multikultural. Digandeng Education First (EF), SMAN 1 Manado bermimpi siswa-siswinya bisa melanjutkan studinya di Universitas Oxford, yang terkenal di seantero jagat ini. Mematok biaya Rp44 juta dari tiap siswa yang ingin ikut studi tour ke negeri Ratu Elisabeth tersebut, polemik pun muncul. Sebelum rencana ke Inggris terealisasi, sang kepala sekolah lebih dulu lengser dari jabatannya.
 

Seorang rekan jurnalis mengirim pesan lewat layanan Short Message Service (SMS). Isinya, akan ada acara di SMAN 1 Manado pada Jumat 03 Februari 2012. Tanpa penjelasan lebih jauh tentang acara tersebut.
Jam di ponselku menunjukan Pukul 10.00 WITA, saat aku tiba di sekolah yang berlokasi di Jalan Siswa Kecamatan Sario Manado ini. Seorang Satpam berdarah Flores menyambutku dengan ramah. “Di ruang Bahasa Jerman,” ujar dia tanpa lebih dulu menanyakan maksud kedatanganku. Aku langsung bergegas menuju ke ruang Bahasa Jerman. Ada sekelompok siswa, bersama beberapa guru, dan tujuh bule berada dalam ruangan itu. Dua wanita, dan lima lainnya pria. Awalnya aku cukup bingung dengan apa yang mereka lakukan. Seperti memainkan sejumlah game yang terasa tidak familiar bagiku. Salah satu dari perempuan bule itu sibuk mengambil gambar melalui kameranya. Mengenakan rok panjang hitam tipis, dipadu kaos ketat, dengan cueknya dia naik turun di atas kursi-kursi di ruangan itu untuk mengambil gambar. “Ini ada pertukaran budaya Jerman dan Indonesia. SMAN 1 Manado jadi tuan rumah untuk kegiatan ini,” ujar Kepala SMAN 1 Manado, Drs Ferdy Robot MSi, seolah menjawab kebingunganku melihat aktifitas para bule ini. 
Ferdy lantas berbicara panjang lebar tentang pengalamannya saat ke Jerman beberapa waktu lalu, serta prestasi yang diukir sekolahnya. “Di ruangan ini untuk kegiatan pertukaran budaya Jerman. Kalau di lantai dua, ada sosialisasi bagi siswa yang ingin ikut study tour ke Oxford Inggris,” lanjut Ferdy.
Aku bersama seorang rekan jurnalis lantas bergegas ke lantai dua sekolah itu. Di sana kami disambut Sherly Kalangi, yang adalah seorang guru. Di dalam kelas, belasan siswa serius mengikuti presentasi dari perwakilan EF.  
Di luar kelas, Sherly selanjutnya menjelaskan pada kami tentang rencana sekolahnya pergi ke Oxford. Sherly mengungkapkan, program study tour tersebut merupakan kerjasama antara SMAN 1 Manado dan EF dengan target 25 siswa dalam rombongan yang akan berkunjung ke negeri Ratu Elisabeth tersebut. “Jadi biaya pendaftaran sebesar Rp44 juta tersebut, para siswa akan berada di Inggris selama lebih kurang dua minggu. Beberapa fasilitas yang disediakan antara lain, kunjungan ke sekolah lokal, tempat-tempat wisata, serta kunjungan ke Kota London dan Cambridge,” ujar Sherly Kalangi, salah satu guru SMAN 1 Manado, yang masuk dalam tim perekrutan calon peserta tur kepada wartawan, akhir pekan lalu.
Kalangi menambahkan, saat ini pihaknya sementara menggelar sosialisasi kepada para siswa, dan bagi yang berminat silahkan untuk mendaftar. “Jadwal pelaksanaan kegiatan tersebut 23 September-07 Oktober 2012 mendatang,” tambah Kalangi.
Dijelaskan Kalangi, selama di Inggris, para siswa nantinya juga akan mengunjungi sejumlah sekolah dan juga kampus Oxford. “Ini tentu jadi pengalaman menarik bagi para siswa untuk berkunjung ke skolah dan unversitas di Oxford,” tandas Kalangi.
Usai penjelasan dari Kalangi, kami kembali ke ruang Bahasa Jerman untuk melihat aktivitas bule-bule tadi. Kali ini salah satu pria bule itu mengajar di depan kelompok siswa. Dengan menggunakan Bahasa Jerman, dia coba berkomunikasi dengan para siswa. Sayangnya, komunikasi itu kelihatannya kurang lancar. “Kita cari informasi lebih lanjut tentang Oxford,” ujar seorang rekan jurnalis.
Akhirnya aku bersama beberapa rekan wartawan, yang datang menyusul, menuju ruangan kepala sekolah.
Di sana ada Ferdy, dan  Farid Syahputra dari pihak EF, yang tadi melakukan presentase bagi para siswa. Farid mengungkapkan, sasaran mereka memang bukan siswa yang berprestasi tapi memang mampu secara ekonomi. “Memang sasarannya bukan siswa yang berprestasi, tapi secara ekonomi mampu. Karena memang tujuan kami hanya sekadar memperkenalkan iklim belajar mengajar di Oxford. Karena harus diakui untuk masuk ke Oxford sangat tidak mudah,” jelas dia.
Dia menambahkan, meski tidak menjamin bahwa siswa peserta tour nantinya akan masuk ke Oxford, namun pihaknya akan melakukan pendampingan atau tips-tips bagaimana agar bisa tembus ke Oxford. “Masuk ke Oxford itu jalurnya dari SMA Internasional yang ada di Inggris. Tidak ada yang lulus langsung dari sekolah di negaranya, bisa tembus ke sana. Jadi setelah lulus SMA, masih harus mengulang SMA dua tahun lagi di Oxford, baru bisa masuk ke universitasnya,” jelas Farid sambil menambahkan, setiap tahunnya dari Indonesia tak lebih dari 5 siswa yang tembus ke Oxford University.
Ditanya tentang biaya yang terkesan sangat mahal, dia mengatakan, itu sudah termasuk program orang tua asuh di Inggris. “Jadi nanti ada program orang tua asuh. Jika hubungan ini terbina dengan baik, tentu akan ada kemudahan bagi siswa yang bersangkutan,” ujar Farid.
Ferdy sendiri mengatakan, program tersebut dibuka secara umum kepada para siswa yang berminat. “Tentu nanti akan dibicarakan dengan orang tua mereka,” ujar Ferdy.
Ditanya apakah biaya Rp44 juta tersebut sudah termasuk tiket dan akomodasi gratis bagi kepala sekolah, Ferdy enggan menjawabnya. Namun Farid mengakui, kepala sekolah dapat tiket dan akomodasi gratis selama dua minggu di Inggris yang diambil dari biaya pendaftaran siswa.
Bersama kawan-kawan wartawan desk pendidikan, kami berpendapat berita tentang rencana kunjungan ke Oxford ini sangat menarik, sehingga lebih baik diterbitkan pada hari Senin 06 Februari 2012, dengan pertimbangan di hari Senin akan lebih banyak pembaca. 
Senin siang itu bersama sejumlah rekan wartawan aku menikmati snack ringan di sebuah cafe di sekitaran Lapangan Sparta Tikala Manado, ketika ponselku berdering berulang kali. Namun karena tak ingin mengganggu konsentrasi saat asyik mengetik berita, kuabaikan saja panggilan tersebut. Usai mengetik berita, kulihat ponsel tersebut, ternyata Ferdy yang menelponku. Sesaat kemudian disusul SMS. Intinya, ada sorotan dari kalangan legislatif Kota Manado terkait berita yang kutulis di koran tempatku bekerja.
Setelah kutelusuri, ternyata tak ada satupun rekan jurnalis desk pendidikan yang memuat berita tersebut, dengan berbagai alasan. Sehingga praktis hanya aku yang menerbitkan berita tersebut. Judulnya, “Study Tour ke Inggris, Siswa SMAN 1 Manado Dipungut Rp44 Juta.” Berita ini ternyata tidak hanya menghebohkan kalangan legislatif, tapi juga kepala-kepala sekolah, dan masyarakat umum.
Hari itu juga teman-teman wartawan yang lain melakukan konfirmasi pada Plt Kepala Dinas Pendidikan Kota Manado, Dante Tombeg SPd MPd.
Tombeg menegaskan, sekolah-sekolah di Manado tidak diperkenankan untuk melakukan pungutan kepada para siswa. Hal ini juga telah diinstruksikan oleh Walikota Manado, DR GS Vicky Lumentut agar menghindari kegiatan-kegiatan yang memungut biaya dari peserta didik. “Sesuai yang diinstruksikan oleh Bapak Walikota, sekolah-sekolah seharusnya menghindari kegiatan yang biayanya dipungut dari siswa,” ujar Tombeg saat dikonfirmasi terkait pungutan sebesar Rp44 juta per siswa bagi yang ingin ikut dalam study tour SMAN 1 Manado ke Inggris.
Terkait pelaksanaan kegiatan SMAN 1 Manado tersebut, lanjut Tombeg, sampai sejauh ini dia belum menerima laporan resmi dari kepala sekolah terkait hal itu. “Sejauh ini belum ada laporan dari kepala sekolah. Nanti akan kami pelajari sejauh mana manfaat kegiatan itu, serta terkait pembiayaannya. Jadi kami belum bisa banyak menanggapi karena belum ada laporan kepala sekolah,” ujar Tombeg.
Rabu 08 Februari 2012. Auditorium Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado dipadati ratusan kepala sekolah dari berbagai daerah di Sulawesi Utara. Ferdy juga hadir di sana. “Kenapa sekarang sudah di semua koran ada itu berita mo ke Inggris. Saya belum melapor ke Kepala Dinas karena memang belum ada yang mendaftar,” ujar Ferdy sambil menjelaskan, hal itu nanti juga tergantung pada orang tua murid, apakah setuju atau tidak.
Dalam Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) yang digelar di SMAN 8 Manado, sejumlah kepala sekolah juga membicarakan polemik rencana keberangkatan ke Inggris. Yang paling getol bersuara adalah Kepala SMA Aquino Manado, Dra Yulian Wantania. “Jadi heboh ini berita, gara-gara wartawan,” ujar Yulien dengan nada bercanda. Sementara Ferdy sibuk menjelaskan tentang rencana study tour ke Inggris tersebut pada beberapa rekan kepala sekolah.
Sehari berselang. “Jadi Pak Kepsek, batal ini rencana mo ke Inggris,” celutuk salah satu rekan jurnalis saat melihat Ferdy duduk di samping Aula SMKN 2 Manado, Jumat (09/02) sore sekitar Pukul 16.15 WITA. “Yah..mo bilang bagimana, so begini,” balas Ferdy yang bersama Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Manado, Corry Tendean SH, Yulien, seorang guru, serta Satpam SMAN 1 Manado. Hari itu ratusan kepala SMA/SMK berkumpul di aula tersebut untuk menggelar Rakor Bidang Pendidikan.
Sedangkan beberapa menit sebelumnya, Plt Sekkot Manado, Ir Heavrey Sendoh MSi menggelar roling kepala sekolah, di Ruangan Serbaguna Pemkot Manado. Ada yang promosi jabatan, ada pula yang lengser dari posisinya. Mereka yang harus reka tergusur dari jabatannya, antara lain Kepala SMAN 4 Drs Johny Rompas, Kepala SMAN 6 Dra Mediatrix Ngantung MPd, dan Kepala SMKN 1 Manado Dra Olvien Tanos MSi. Ferdy juga salah satu dari kepala sekolah yang harus terlempar dari jabatannya. “Ini kwa gara-gara berita ke Inggris ini,” ledek Yulien, saat melihat wartawan ngobrol dengan Ferdy.
Di dalam ruangan Tombeg memberikan arahan pada penutupan Rakor tersebut. Kegiatan berakhir. Informasi tentang roling kepala sekolah jadi pembicaraan hangat peserta Rakor. Ada yang kaget, kecewa, juga senang. Di tangga keluar aula, tampak Ferdy dan Rompas ngobrol dengan Tombeg. “Saya juga kaget dengan roling kepala sekolah ini,” ujar Tombeg. Di tanya soal rencana selanjutnya ke Oxford, baik Ferdy maupun Tombeg enggan menanggapinya. “Nanti tunggu saja kebijakan Kepala SMAN 1 Manado yang baru, Drs Jacky Kojoh,” celutuk seorang jurnalis.
Hari hampir senja. jam deadline menanti. Akhirnya kami pun bergegas meninggalkan aula tersebut.(***)  



  






Tidak ada komentar:

Posting Komentar