BERAWAL ketika rekan Irsal, salah satu jurnalis televisi
nasional, mengirim sebuah rilis pada saya. Judulnya, Dialog Semalam Pelajar,
Maulid vs Valentine’s Day. Dua hari kemudian saya membaca blog milik kawan
Budi, seorang jurnalis media cetak, yang salah satu tulisannya mengangkat topik
Antara Valentine’s Day dan Merah Putih. Meski momen yang sering diidentikan
dengan hari kasih sayang ini menjadi semacam tradisi yang dirayakan setiap
tahun, namun sangat menarik bagi saya untuk coba menarik benang merah antara
Maulid, Valentine’s Day, dan Merah Putih.
Minggu 12 Februari 2012. Kota Manado dan sekitarnya diguyur
hujan deras. Sejak pukul 15.00 WITA, saya sudah menunggu di sebuah cafe di
sekitar Lapangan Sparta Tikala, sambil menikmati segelas teh manis panas dan
nasi goreng ayam. Satu per satu orang yang dinanti berdatangan. Pertemuan sore
itu sedang berlangsung, saat seorang rekan jurnalis dari salah satu stasiun
televisi nasional menelpon saya. “Sek, kita ada mo kirim rilis neh. Di FB kita
kirim,” ujar pria berjanggut ini. “Ok bro, siip,” balas saya.
Inti pembicaraan pada pertemuan sore itu sudah selesai.
Sementara rekan-rekan yang lain asyik mengobrol, saya penasaran dengan rilis
kawan Irsal, yang juga anggota AJI Kota Manado ini. Segera saya buka tulisan
dalam inboks akun facebook. Dalam rilis itu disebutkan, pada Sabtu – Minggu,
11-12 Februari, bertempat di Panti Asuhan Ar-Rahma, dialog semalam di kalangan
pelajar yang membahas tentang Perayaan Maulid dan Valentine’s Day. Tak kurang
dari 70 siswa Muslim dari jenjang pendidikan SMA/sederajat ambil bagian dalam
kegiatan yang diselenggarakan oleh Badan Tadzkir Akbar (BTA) Cabang Manado ini.
Dialog semalam itu menghadirkan Ustad Arifin Tukiman SHi dari Musyawarah
Guru Mata Pelajar Agama Islam (MGMP-AI) Manado dan Syarir, Mahasiswa Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Manado.
Masih menurut rilis itu, dialog sendiri berlangsung alot, pemateri
dan peserta saling sharing membahas tanya jawab seputar kontroversi perayaan Maulid
serta Valentine’s Day yang kian menjadi tradisi dan budaya di Indonesia. Kedua
pemateri mengupas aspek sejarah serta arti dan makna kedua perayaan tersebut,
yang cenderung disalah artikan oleh kawula muda. Di mana lebih menonjolkan hura-hura
acara perayaan, dan tidak memiliki dasar serta melupakan prinsip moral dengan mengaplikasikan
hikmah termasuk etika perayaan.
Sementara Ketua Panitia, Thahir dari SMK Al Khairat Banjer, mengaku dialog bersama Badan Tadzkir Akbar ini digelar oleh teman-teman siswa SMA Muslim di Manado, juga untuk menjalin kekerabatan serta persaudaraan di kalangan pelajar. Di samping itu untuk memupuk rasa tanggung jawab moral akan kondisi pergaulan kawula muda saat ini.
Ketua BTA Cabang Manado, Muhammad Ghazali dari SMA Negeri 9 Manado, menuturkan selain dialog sejumlah acara ikut dirangkaian dalam kegiatan semalam tersebut, seperti makan bersama anak panti asuhan, dan puncak acara diisi dengan tadabur alam serta kontemplasi yang dibawakan oleh sahabat-sahabat pengurus BTA Cabang Manado.
Dalam rilis itu juga ditulis tentang tanggapan para peserta. “Dialog bersama ini menarik dan saya berharap kegiatan yang dilaksanakan dapat menambah kepahaman ilmu untuk kawula muda akan makna perayaan hari tersebut,” ujar Ayu, siswi kelas 3 SMK Negeri 1 Manado.
Sementara Ketua Panitia, Thahir dari SMK Al Khairat Banjer, mengaku dialog bersama Badan Tadzkir Akbar ini digelar oleh teman-teman siswa SMA Muslim di Manado, juga untuk menjalin kekerabatan serta persaudaraan di kalangan pelajar. Di samping itu untuk memupuk rasa tanggung jawab moral akan kondisi pergaulan kawula muda saat ini.
Ketua BTA Cabang Manado, Muhammad Ghazali dari SMA Negeri 9 Manado, menuturkan selain dialog sejumlah acara ikut dirangkaian dalam kegiatan semalam tersebut, seperti makan bersama anak panti asuhan, dan puncak acara diisi dengan tadabur alam serta kontemplasi yang dibawakan oleh sahabat-sahabat pengurus BTA Cabang Manado.
Dalam rilis itu juga ditulis tentang tanggapan para peserta. “Dialog bersama ini menarik dan saya berharap kegiatan yang dilaksanakan dapat menambah kepahaman ilmu untuk kawula muda akan makna perayaan hari tersebut,” ujar Ayu, siswi kelas 3 SMK Negeri 1 Manado.
Setelah diedit, rilis ini saya kirim ke kantor harian tempat
saya bekerja untuk diterbitkan.
Siang hari, di Kantin Dinas Pendidikan Nasional Propinsi
Sulawesi Utara, Selasa 14 Februari 2012. Sambil menunggu untuk liputan kegiatan
selanjutnya, saya membuka akun facebook melalui notebook yang setiap harinya
selalu saya bawa. Ada beberapa grup yang selalu saya kunjungi, antara lain AJI
Manado, PMKRI Cabang Tondano, serta Trial *Petengs Grup.* Saya tertarik dengan
tautan di Grup AJI Manado. Tautan ini dari blog Saudara Budi, yang juga anggota
AJI Manado. Judulnya menarik, Antara Valentine’s Day dan Merah Putih. Saya baca
beberapa kali. Mencoba mencari pemahaman, apa yang dimaksud Rekan Budi.
Valentine’s Day sudah sering saya dengar. Merah Putih juga saya tahu sebuah
peristiwa heroik di jaman setelah kemerdekaan yang terjadi di Sulawesi Utara. Sebenarnya
saya ingin membaca lebih jauh tentang sejarah dua momen ini, namun tidak saya
dapatkan dalam blog tersebut. Saya maklum, untuk Valentine, Budi telah
membatasinya dengan menulis, “Entah bagaimana budaya ini berawal dan berkembang
di Indonesia, apalagi dengan perdebatan kontroversialnya, tidak dibahas
mendalam di kesempatan kali ini.”
Sementara terkait Merah Putih, kawan saya ini juga menyatakan,
“sayangnya, kali ini bukan waktunya membahas habis-habisan sejarah Merah Putih
14 Februari.”
Malam harinya, setelah selesai mengedit berita sekaligus
mengawasi proses lay out, saya turun meninggalkan kantor redaksi harian tempat
saya bekerja. Sebuah bangunan berlantai empat, yang terletak di kawasan
reklamasi yang menjadi salah satu pusat perbelanjaan di Kota Manado. Berada di
ruas Jalan Pierre Tendean, tapi lebih familiar disebut Boulevard. Oleh pihak
pengembang kawasan ini dinamakan Megamas, yang mulai dibangun diakhir tahun 1990-an.
Jam masih menunjukan Pukul 19.13 WITA, saat saya meninggalkan
kantor dan menuju ke salah satu ruko yang menjual ponsel dan sejenisnya. Menelusuri
emperan ruko itu, saya berpapasan dengan sejumlah remaja yang berjalan
berpasang-pasangan. Ada juga yang memakai kaos seragam warna pink, yang juga
warna kesukaan saya. Valentine’s day, memang identik dengan warna merah muda,
demikian pandangan sebagian orang. Malam itu suasana ramai, seperti ketika momen
malam minggu di kawasan itu. Setelah membeli sebuah charge ponsel, saya kembali
menuju kantor. Makin larut, makin ramai kawasan ini didatangi kawula muda. Saya
pun bergegas pulang ke kamar kos, yang sudah saya tempati selama delapan tahun
terakhir ini.
“Valentine’s Day. Hmm momen tahunan, tapi masih menyisakan
kontroversi. Lantas bagaimana kaitannya dengan Maulid dan Merah Putih. Rilis
rekan Irsal tidak secara jelas menarik keterkaitan antara hari kasih sayang
itu, dengan Maulid. Sementara kawan Budi, juga sudah membatasi untuk tidak membahas
aspek historis antara Valentine’s Day, dan Merah Putih. Ini sangat menarik
untuk ditelaah,” pikir saya.
Sesampai di kos, saya bertekad untuk secepatnya menemukan
jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu. Pertama saya mencari dulu tentang Valentine’s
Day. Saya terkejut ketika memasukan kata
kunci “Valentine’s Day” di mesin pencari google. Ada 166 juta postingan yang
terkait dengan kata kunci di atas. Setelah menelaah sejumlah tulisan juga situs
yang memuat tentang hari kasih sayang ini, saya memilih wikipedia sebagai
referensi.
Wikipedia mengulas, Hari
Valentine (bahasa Inggris: Valentine's Day) atau disebut juga Hari Kasih
Sayang, pada tanggal 14 Februari adalah sebuah hari di mana para kekasih dan
mereka yang sedang jatuh cinta menyatakan cintanya di Dunia Barat.
Asal-muasalnya yang gelap sebagai sebuah hari raya Katolik Roma didiskusikan di
artikel Santo Valentinus. Beberapa pembaca mungkin ingin membaca entri
Valentinius pula. Hari raya ini tidak mungkin diasosiasikan dengan cinta yang
romantis sebelum akhir Abad Pertengahan ketika konsep-konsep macam ini
diciptakan.
Hari raya
ini sekarang terutama diasosiasikan dengan para pencinta yang saling bertukaran
notisi-notisi dalam bentuk "valentines". Simbol modern Valentine
antara lain termasuk sebuah kartu berbentuk hati dan gambar sebuah Cupido
(Inggris: cupid) bersayap. Mulai abad ke-19, tradisi penulisan notisi
pernyataan cinta mengawali produksi kartu ucapan secara massal. The Greeting
Card Association (Asosiasi Kartu Ucapan AS) memperkirakan bahwa di seluruh
dunia sekitar satu miliar kartu valentine dikirimkan per tahun. Hal ini membuat
hari raya ini merupakan hari raya terbesar kedua setelah Natal di mana
kartu-kartu ucapan dikirimkan. Asosiasi yang sama ini juga memperkirakan bahwa
para wanitalah yang membeli kurang lebih 85% dari semua kartu valentine.
Di
Amerika Serikat mulai pada paruh kedua abad ke-20, tradisi bertukaran kartu
diperluas dan termasuk pula pemberian segala macam hadiah, biasanya oleh pria
kepada wanita. Hadiah-hadiahnya biasa berupa bunga mawar dan cokelat. Mulai
tahun 1980-an, industri berlian mulai mempromosikan hari Valentine sebagai
sebuah kesempatan untuk memberikan perhiasan.
Sebuah
kencan pada hari Valentine seringkali dianggap bahwa pasangan yang sedang
kencan terlibat dalam sebuah relasi serius. Sebenarnya Valentine itu merupakan
hari Percintaan, bukan hanya kepada pacar ataupun kekasih, Valentine merupakan
hari terbesar dalam soal Percintaan dan bukan berarti selain valentine tidak
merasakan cinta.
Di
Amerika Serikat hari raya ini lalu diasosiasikan dengan ucapan umum cinta
platonik "Happy Valentine's", yang bisa diucapkan oleh pria kepada
teman wanita mereka, ataupun, teman pria kepada teman prianya dan teman wanita
kepada teman wanitanya.
Menurut
Ensiklopedi Katolik (Catholic Encyclopaedia 1908), nama Valentinus paling tidak
bisa merujuk tiga martir atau santo (orang suci) yang berbeda: seorang Pastor di
Roma, seorang uskup, dan seorang martir di provinsi Romawi Africa.
Koneksi
antara ketiga martir ini dengan hari raya cinta romantis tidak jelas. Bahkan
Paus Gelasius I, pada tahun 496, menyatakan bahwa sebenarnya tidak ada yang
diketahui mengenai martir-martir ini namun hari 14 Februari ditetapkan sebagai
hari raya peringatan santo Valentinus. Ada yang mengatakan bahwa Paus Gelasius
I sengaja menetapkan hal ini untuk mengungguli hari raya Lupercalia yang
dirayakan pada tanggal 15 Februari.
Sisa-sisa
kerangka yang digali dari makam Santo Hyppolytus dia Via Tibertinus dekat Roma,
diidentifikasikan sebagai jenazah St. Valentinus. Kemudian ditaruh dalam sebuah
peti emas dan dikirim ke gereja Whitefriar Street Carmelite Church di Dublin,
Irlandia. Jenazah ini telah diberikan kepada mereka oleh Paus Gregorius XVI
pada 1836. Banyak wisatawan sekarang yang berziarah ke gereja ini pada hari
Valentine, di mana peti emas diarak-arak dalam sebuah prosesi khusyuk dan
dibawa ke sebuah altar tinggi. Pada hari itu sebuah misa khusus diadakan dan
dipersembahkan kepada para muda-mudi dan mereka yang sedang menjalin hubungan
cinta.
Hari raya
ini dihapus dari kalender gerejawi pada tahun 1969 sebagai bagian dari sebuah
usaha yang lebih luas untuk menghapus santo-santa yang asal-muasalnya bisa
dipertanyakan dan hanya berbasis legenda saja. Namun pesta ini masih dirayakan
pada paroki-paroki tertentu.
Catatan
pertama dihubungkannya hari raya Santo Valentinus dengan cinta romantis adalah
pada abad ke-14 di Inggris dan Perancis, di mana dipercayai bahwa 14 Februari
adalah hari ketika burung mencari pasangan untuk kawin. Kepercayaan ini ditulis
pada karya sang sastrawan Inggris pertengahan ternama Geoffrey Chaucer pada
abad ke-14.
Hari Valentine
kemungkinan diimpor oleh Amerika Utara dari Britania Raya, negara yang
mengkolonisasi daerah tersebut. Di Amerika Serikat kartu Valentine pertama yang
diproduksi secara massal dicetak setelah tahun 1847 oleh Esther A. Howland
(1828 - 1904) dari Worcester, Massachusetts. Ayahnya memiliki sebuah toko buku
dan toko peralatan kantor yang besar dan ia mendapat ilham untuk memproduksi
kartu dari sebuah kartu Valentine Inggris yang ia terima.
Di
Jepang, Hari Valentine sudah muncul berkat marketing besar-besaran, sebagai
hari di mana para wanita memberi para pria yang mereka senangi permen cokelat.
Namun hal ini tidaklah dilakukan secara sukarela melainkan menjadi sebuah
kewajiban, terutama bagi mereka yang bekerja di kantor-kantor. Mereka memberi
cokelat kepada para teman kerja pria mereka, kadangkala dengan biaya besar.
Cokelat ini disebut sebagai Giri-choko, dari kata giri (kewajiban) dan choco
(cokelat). Lalu berkat usaha marketing lebih lanjut, sebuah hari balasan,
disebut “Hari Putih”(White Day) muncul. Pada hari ini (14 Maret), pria yang
sudah mendapat cokelat pada hari Valentine diharapkan memberi sesuatu kembali.
Di
Taiwan, sebagai tambahan dari Hari Valentine dan Hari Putih, masih ada satu
hari raya lainnya yang mirip dengan kedua hari raya ini ditilik dari fungsinya.
Namanya adalah "Hari Raya Anak Perempuan" (Qi Xi). Hari ini diadakan
pada hari ke-7, bulan ke-7 menurut tarikh kalender kamariyah Tionghoa.
Di
Indonesia, budaya bertukaran surat ucapan antar kekasih juga mulai muncul.
Budaya ini menjadi budaya populer di kalangan anak muda. Bentuk perayaannya
bermacam-macam, mulai dari saling berbagi kasih dengan pasangan, orang tua,
orang-orang yang kurang beruntung secara materi, dan mengunjungi panti asuhan
di mana mereka sangat membutuhkan kasih sayang dari sesama manusia. Pertokoan
dan media (stasiun TV, radio, dan majalah remaja) terutama di kota-kota besar
di Indonesia marak mengadakan acara-acara yang berkaitan dengan valentine.
Membaca ulasan wikipedia memang belum menjawab secara pasti
asal-usul Valentine’s Day. Tapi saya juga tidak yakin jika membaca dua atau
tiga ulasan lagi akan memberikan jawaban, karena memang aspek historisnya masih
terus diperdebatkan. Namun semangatnya adalah ada ungkapan kasih sayang secara
spesial.
Ada satu kesamaan antara Valentine’s Day dan Hari Merah Putih,
yakni sama-sama dirayakan pada 14 Februari. Jika untuk peristiwa pertama,
ulasan wikipedia di atas paling tidak sudah bisa memberi gambaran, maka untuk
peristiwa kedua secara formal di sekolah kita tidak pernah mempelajarinya. Karena
memang ada catatan sejarah bangsa ini yang hilang, atau sengaja dihilangkan. Salah
satunya adalah peristiwa heroik Merah-Putih di Manado. Mencari referensi
melalui buku sejarah untuk mengetahui peristiwa Merah-Putih memang bukan
pekerjaan yang mudah. Saya menemukan beberapa situs dan blog yang membahas
tentang peristiwa ini.
Dalam matulanda.wordpress.com, diungkapkan secara cukup detail
tentang peristiwa tersebut. Berikut ulasannya.
Khusus
Kompi-VII bekas Pasukan Sekutu yang terkenal pemberani dan menjadi tumpuan harapan
pimpinan KNIL tidak diduga Belanda telah dapat dipengaruhi, bahkan komandan
peleton I Kopral Mambi Runtukahu telah ditunjuk oleh Taulu dan Wuisan untuk
memulaikan aksi penyergapan pos-pos di markas garnisun Teling-Manado tepat
nanti pada jam satu tengah malam. Dan menangkap semua tentara Belanda, mulai
dengan komandan garnisun Kapten Blom, komandan Kompi-VII Carlier, CPM dan
seterusnya di Kota Manado. Hal ini telah berlangsung sesuai rencana rahasia
dari Taulu-Wuisan.
Tidak ada
perlawanan, karena semua tentara Indonesia yang tidak termasuk Pasukan Tubruk
hanya menganggap bahwa pemberontakan militer ini hanya perlu untuk menuntut
keadilan serta perbaikan nasib dan jaminan yang sama bagi tentara Indonesia.
Ketiga pimpinan Taulu, Wuisan dan Lumanauw dibebaskan dari tahanan dan semua
tentara Belanda ditampung sementara oleh Kopral Wim Tamburian dalam satu gedung
di Teling. Keluarga mereka di berbagai kompleks militer tidak diapa-apakan
tetapi mereka semua akhirnya dikumpulkan di Sario.
Kaum
nasionalis yang ditangkap NICA karena dituduh kolaborator Jepang seperti Nani
Wartabone, OH Pantouw, Geda Dauhan, yang berada di penjara termasuk pimpinan
pemuda BPNI, John Rahasia dan Chris Ponto yang berniat memberontak pada Januari
yang lalu, semuanya dibebaskan oleh aksi militer Kompi-VII.
Frans
Bisman dan Freddy Lumanauw berangkat dengan dua peleton pada pagi hari ke
markas besar KNIL di Tomohon untuk menangkap komandan KNIL De Vries dan Residen
NICA Koomans de Ruyter. Kemudian satu regu pemberontak militer dari Manado
menuju ke Girian-Tonsea untuk menahan Letnan Van Emden, komandan kompi yang
menjaga kamp tawanan Jepang. Mula-mula mereka alami kesulitan tetapi Kumaunang
dapat menangkapnya dengan cepat.
Kapten
KNIL J Kaseger yang selama ini non-aktif di Tondano dan sedang memulihkan
kesehatannya karena penderitaan selama ditahan tentara Jepang, tidak menyangka
berhasilnya kup militer Indonesia terhadap atasannya Belanda. Ia segera ke
Manado dan Furir Taulu, Sersan Wuisan dan Sersan Nelwan mengajaknya untuk
mengambil alih pimpinan pemberontakan karena pangkatnya yang lebih tinggi.
Kaseger adalah tamatan Akademi Militer di Breda, Belanda, dan apa salahnya ia
sebagai orang Indonesia melepaskan sumpah kesetiannya pada Ratu Belanda dan ikut
dalam perjuangan kemerdekaan bangsanya.
Penggalan tulisan tentang peristiwa ini paling tidak
memberikan gambaran pada kita tentang semangat kepahlawanan untuk membela tanah
air yang dicintai dari cengkeraman penjajah.
Lantas bagaimana dengan Perayaan Maulid Nabi? Wikipedia mengulas,
Perayaan Maulid Nabi merupakan tradisi
yang berkembang di masyarakat Islam jauh setelah Nabi Muhammad wafat. Secara
subtansi, peringatan ini adalah ekspresi kegembiraan dan penghormatan kepada
Nabi Muhammad. Perayaan Maulid Nabi diperkirakan pertama kali diperkenalkan
oleh Abu Said al-Qakburi, seorang gubernur Irbil, di Irak pada masa
pemerintahan Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (1138-1193). Adapula yang berpendapat
bahwa idenya justru berasal dari Sultan Salahuddin sendiri. Tujuannya adalah
untuk membangkitkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW, serta meningkatkan
semangat juang kaum muslimin saat itu, yang sedang terlibat dalam Perang Salib
melawan pasukan Kristen Eropa dalam upaya memperebutkan kota Yerusalem dan sekitarnya.
Tulisan ini rampung tak sesuai target, yakni di tanggal 14
Februari. Banyaknya referensi yang menjelaskan tiga peristiwa tersebut, dan
juga mencoba menarik benang merah di antara tiga peristiwa tersebut ternyata
cukup membuat pusing. Pembaca boleh mengambil kesimpulan sendiri, apakah tiga
peristiwa ini punya keterkaitan makna atau tidak. Secara pribadi saya
menyimpulkan, ketiganya diikat oleh satu kata yakni cinta. Valentine’s Day
ungkapan cinta pada orang-orang yang kita kasihi. Merah-Putih menunjukan sikap
rela berkorban dan cinta tanah air. Sementara Maulid, merupakan ekspresi
kegembiraan dan penghormatan serta kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW.
Waktu menunjukan pukul 02.44 WITA, Kamis 16 Februari 2012
ketika saya merampungkan tulisan ini. Artinya catatan ini molor dua hari dari
waktu deadline. Untunglah saya bekerja untuk “media” saya sendiri. Sehingga tidak
dikenakan sangsi, hanya merasa terbebani karena target penulisan tidak sesuai rencana.
Meski demikian, selama dua hari itu sebenarnya saya sudah memposting judul
serta paragraf pertama dari tulisan ini. Saya juga menautkan blog ini ke akun
facebook. Saya ingat kemarin sore, kawan Guntur, jurnalis dari Kantor Berita
Antara mengomentari tautan itu. “maulud, valentine’s, cap go meh dipadu menjadi
merah putih,” tulis Guntur. Artinya jika mau mengulas lagi tentang cap go meh,
perlu beberapa hari ke depan untuk merampungkan tulisan ini. Mungkin nanti kawan
Guntur yang bisa meneruskan catatan ini.(***)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar