RANGKAIAN
kegiatan
Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Aliansi Jurnalis Independen (AJI) akhirnya
membawa saya untuk “mampir” ke Jalan Jaksa Jakarta Pusat. Lebih dari lima rekan
memberikan komentar di akun facebook, setelah mengetahui bahwa saya menginap di
kawasan itu. “Ada tempat nongkrong
paling populer di situ, tapi jangan jalan sendiri. Nanti kesandung sama cewe
bule, atau bule lokal,” komentar seorang teman jurnalis dari Manado. Bahkan seorang wartawan Jakarta berkata, "nginapnya boleh di wisma haji, tapi tetap...," ujar dia misterius.
Waktu menunjukan pukul 08.50 WIB, Rabu 22 Februari 2012, ketika pesawat Lion Air
dengan Nomor Penerbangan JT 771 mendarat mulus di Bandara Internasional
Soekarno-Hatta, Jakarta. Beberapa saat kemudian, saya sudah berada di halte bus
untuk menunggu Damri jurusan Gambir. “Kalau sudah di Bandara, naik Damri aja ke
Gambir. Selanjutnya ke Wisma Haji di Jalan Jaksa,” demikian petunjuk staf Sekretariat
AJI Indonesia, ketika saya hubungi sesaat setelah pesawat landing tadi. Bus yang
ditunggu tiba. Saya pun segera naik. Pukul 11.00 WITA minus beberapa menit,
saya sudah tiba di Stasiun Gambir. Beberapa tukang ojek menawarkan jasa untuk
mengantar sampai ke tujuan, juga para sopir bajaj. Namun perut yang mulai
keroncongan menuntunku menuju sebuah rumah makan khas Padang di salah satu
sudut Stasiun Gambir. Setelah menyantap habis hidangan itu, sayapun memilih
sebuah bajaj. “Kembang Lima, Kwitang yah mas,” ujar saya yang dibalas dengan
anggukan sang sopir. Bajaj tua ini pun segera melaju di tengah himpitan mobil
mewah, serta ratusan motor yang memadati ruas jalan ibukota. Hampir 20 menit
mencari alamat yang dituju, tidak juga ketemu. “Ke Wisma Haji saja mas, di
Jalan Jaksa,” ujar saya meyakinkan. Kembali bajaj tua membelah keramaian kota Jakarta.
Tak lebih dari 15 menit, kami pun sampai di sebuah jalan yang agak sempit. “Ini
wisma haji-nya,” ujar sopir tadi.
Wisma Haji, Jalan Jaksa Nomor 30, Jakarta Pusat.
Saya pun segera check in. Dapat kamar nomor 313. Kamarnya sederhana.
Ada dua ranjang, dengan kain sprei agak lusuh. Dua buah sandal jepit warna
kuning dan biru bertuliskan 313 terletak di bawah meja. Cat dinding kamar mulai
luntur. Kamar mandi kecil, tanpa bak mandi. Hanya sebuah ember merah, dan
gayung. Untung saja, AC-nya bagus. Cukup dingin untuk melawan panasnya suhu
ibukota di siang itu. “Wisma Haji. Jalan Jaksa. Jakarta Pusat.” Demikian status terbaru yang
saya tulis di facebook, setelah beberapa saat berada dalam kamar. Hingga malam
harinya pukul 23.30 WIB, saat menyelesaikan tulisan ini, tak kurang dari 17
komentar atas status tadi. Saya juga pernah mendengar informasi atau cerita
tentang Jalan Jaksa sebagai salah satu kawasan hiburan malam. Namun mungkin
kalah tenar dibanding Gang Dolly atau Moroseneng dengan jualan kawasan
prostitusinya.
Saya terhentak
saat pintu kamar 313 diketuk. Hmm, ternyata seorang kawan AJI Kupang yang
ditempatkan sekamar dengan saya. Sejak siang hingga sore hari, baik melalui
pesan singkat di ponsel, maupun di facebook, banyak kawan baik dari Manado maupun
Jakarta serta daerah lainnya memberikan komentar tentang Jalan Jaksa. Malam harinya,
bersama beberapa kawan AJI dari berbagai Kota di Indonesia, kami menuju Sekretariat
AJI Indonesia, Jalan Kembang Nomor 06 Kwitang Jakarta Pusat. Saya baru menyadari,
alamat yang siang tadi dicari ternyata salah. Seharusnya Kembang Enam, bukan
Kembang Lima. Pantasan salah alamat.
Di Sekretariat
AJI ini sudah berkumpul para jurnalis dari berbagai daerah. Menu makan malam
pun sudah tersedia. Sambil menikmati hidangan, puluhan jurnalis ini ngobrol,
membentuk kelompok, macam-macam topik. Suasana ramai, jadi ajang silaturahmi. Saya
berbicara serius dengan Ketua Umum AJI Indonesia, Eko Item Maryadi, dan Korwil
Sulawesi Maluku, Upi Asmaradana terkait persiapan Konfertalub AJI Manado. Setelah
agenda makan malam, dan ngobrol bersama selesai, kamipun beranjak kembali ke
Wisma Haji. “Kita jalan kaki saja, supaya bisa menikmati malam. Juga mencermati
aktivitas di Jalan Jaksa,” ujar seorang jurnalis dari Palu.
Akhirnya kami
berlima, dua aktivis HAM, ditambah wartawan dari Balikpapan, menempuh
perjalanan yang cukup panjang, menelusuri sejumlah ruas jalan sampai tiba di Jalan
Jaksa. “Ini kawasan bule-bule. Ada juga bule lokal. Ini sama dengan kawasan
pelacuran,” ujar kawan jurnalis tadi. Kami terus melintas di ruas jalan itu. Namun
dalam amatan saya, tak ada yang “menarik” selain sejumlah pedagang makanan dan
minuman yang sibuk menjajakan dagangan mereka. “Sebentar baku kontak, kalo mau
keluar,” ujar kawan dari Palu, saat kami tiba di Wisma Haji. “Ok,” balas saya
yang selanjutnya bergegas ke kamar 313. Ternyata rekan dari Kupang sudah sampai
lebih dahulu. “Jadi kita mau keluar,” tanya dia saat melihat saya masuk. “Iya
nanti tunggu Iwan kontak,” jawab saya. Kami pun akhirnya tenggelam dalam dunia
masing-masing mengutak-atik laptop. “Coba kontak Iwan, jadi nda? Kita mau
telusuri ini Jalan Jaksa,” ujar kawan dari Kupang ini. “Wan, petunjuk..? Jadi
atau...,” tanya saya kepada Iwan melalui ponsel. “Iya..ini masih tunggu Upi,”
balas Iwan.
Kami berdua
kembali larut dalam kesibukan masing-masing. Sementara komentar-komentar di
facebook saya makin banyak yang bicara soal Jalan Jaksa. Penasaran, saya pun
membuka google untuk mencari tahu tentang kawasan ini. Wikipedia menulis
sebagai berikut:
Jalan Jaksa adalah sebuah
jalan pendek sepanjang 400 meter di Jakarta Pusat, Indonesia. Jalan ini
terletak sekitar 1 km di selatan Monas dan sebelah barat stasiun kereta api
Gondangdia.
Asal nama jalan ini berawal
pada zaman Belanda, ketika mahasiswa Rechts Hogeschool Batavia (Akademi Hukum
Jakarta) menetap di daerah ini ketika sedang menuntut ilmu di sana. Karena itu
jalan ini secara resmi dikenal sebagai Jalan Jaksa.
Pada akhir 1960-an, Jalan
Jaksa mulai dikenal secara internasional di antara para petualang melalui
International Youth Hostel Federation (IYHF). Tahun 1968, Nathaniel Lawalata,
sekretaris jenderal Asosiasi Pemuda Indonesia mengubah rumahnya menjadi hotel
bernama Wisma Delima. Hotel ini adalah hotel pertama di Jalan Jaksa dan
satu-satunya hotel di Jakarta yang secara internasional terdaftar di IYHF.
Jalan ini terus mengalami
perkembangan banyak hostel dan tercatat di berbagai buku panduan perjalanan
terkenal seperti Lonely Planet. Jalan Jaksa kemudian menjadi titik transit
untuk menjelajah seluruh Indonesia dan secara resmi ditetapkan sebagai kawasan
pariwisata oleh dewan kota Jakarta.
Tahun 1993, Dinas Pariwisata
Jakarta mencatat 57.201 wisatawan mancanegara telah menetap di hotel dan hostel
di sepanjang jalan ini dan sekitarnya, termasuk 29.676 warga Eropa, 9.309 warga
Australia, 4.215 warga Amerika dan 649 warga Afrika. Lama menginap rata-rata
wisatawan asing di Jalan Jaksa adalah tiga hari.
Pada 5-7 Agustus 1994,
Festival Jalan Jaksa tahunan diadakan pertama kalinya. Festival jalanan ini
ditujukan untuk meningkatkan popularitas jalan ini dan merayakan budaya
penduduk asli Jakarta yang dikenal sebagai suku Betawi.
Krisis moneter 1998,
pengeboman Bali 2002, pengeboman kedutaan besar Jakarta 2004 dan keputusan
tahun 2005 untuk mengurangi visa standar turis dari 60 menjadi 30 hari telah
mengurangi jumlah turis beranggaran rendah di Jalan Jaksa. Banyak pelancong
memutuskan untuk menetap di daerah lain di Indonesia daripada menghabiskan 10%
dari visa 30 hari mereka di Jakarta.
Pada 2007, Jalan Jaksa masih
menjadi jalan berakomodasi rendah dan tempat hiburan murah di Jakarta. Jalan
ini masih terkenal di antara penduduk setempat, guru bahasa Inggris,
ekspatriat, dan pelancong. Meski kurang modern dan berkembang seperti Kuta,
Bali atau Khaosan Road di Bangkok, jalan ini masih menawarkan serangkaian
pelayanan untuk membantu turis beranggaran rendah termasuk agen perjalanan,
toko buku, tempat penukaran mata uang, binatu, pub, dll.
“Ah..tidak
usah jalan sudah. Semua sudah tidur ini,” ujar kawan dari Kupang tadi. Saya melirik
jam dinding. Pukul 00.05 WIB, Kamis 23 Februari 2012. Niat untuk menelusuri langsung
aktifitas malam di Jalan Jaksa, akhirnya saya urungkan. Saya putuskan untuk
menghabiskan waktu malam ini di kamar 313. Mungkin nanti di lain waktu, ada
kesempatan untuk menjawab rasa penasaran ini.(***)
bro...asik nongkrong di jalan jaksa...hehehe
BalasHapushehehe..tp belum sempat malam itu
HapusObat Aborsi Di Jakarta
BalasHapusObat Aborsi Cod Di Jakarta
Obat Aborsi Jakarta
Obat Penggugur Kandungan Di Jakarta
Obat Peluntur Janin Di Jakarta
Obat Cytotec Asli Di Jakarta
Obat Aborsi
Obat Penggugur Kandungan
Obat Cytotec Asli
Obat Peluntur Janin
Obat Pelancar Haid
Whatsapp: 0822 7999 9433
Bbm: DDB2 E229
Website Resmi: https://penggugur-janin.com/