Kamis, 08 Januari 2015

Kode Etik Forum Jurnalis Aceh Peduli Bencana

ACEH adalah daerah rawan bencana. Bencana tidak dapat ditiadakan. Penduduk Aceh hidup dalam ancaman pergolakan alam. Sebagai bagian dari masyarakat, pers harus berperan dalam pengurangan risiko bencana, yang berdampak pada kerugian jiwa, harta benda, dan sumberdaya materil lainnya.

Dalam menjalankan fungsinya, negara telah memberikan kebebasan pers dalam bingkai hak asasi manusia. Pers bertanggung jawab terhadap pemenuhan informasi, pendidikan segala hal berkaitan dengan bencana, sehingga membentuk budaya kesiapsiagaan, dan mengontrol pemangku kebijakan.
Berlandaskan pemenuhan hak-hak warga negara, pers di Aceh menetapkan asas moral sebagai pedoman operasional dalam meningkatkan profesionalitas. Pers di Aceh berjanji menaati Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang PersKode Etik Jurnalistik, dan berkomitmen menjalankan Kode Etik Forum Jurnalis Aceh Peduli Bencana

Pasal 1
Jurnalis Aceh berpegang teguh pada fakta.
Penafsiran:
a.     Tidak melebihkan atau mengurangi fakta.
b.     Memberitakan sesuai kondisi objektif dan tidak bias.

Pasal 2
Jurnalis Aceh tidak menempatkan bencana sebagai informasi eksklusif.
Penafsiran:
a.     Informasi dan data bencana tidak dirahasiakan.
b.     Informasi tentang narasumber tidak dirahasiakan.

Pasal 3
Jurnalis Aceh memprioritaskan kebutuhan kelompok rentan dan peka jender.
Penafsiran:
a.     Kelompok rentan meliputi lansia, difabel, anak-anak, dan perempuan hamil.
b.     Peka jender diartikan sebagai memperhatikan kesetaraan.
c.     Kebutuhan kelompok rentan dan peka jender meliputi informasi nutrisi, sandang, biologis, psikologi, pendidikan, perlindungan dan sanitasi.
d.     Memprioritaskan pendapat kelompok rentan dan peka jender dalam menentukan kebijakan pengurangan risiko bencana.

Pasal 4
Jurnalis Aceh mengedepankan peliputan korban selamat untuk membangkitkan semangat, tidak menyebarkan rasa haru berlebihan dan ketakutan.
Penafsiran:
a.     Memprioritaskan pemberitaan kondisi terakhir korban selamat.
b.     Tidak mengeksploitasi kesedihan korban secara berlebihan.
c.     Tidak mendalami kisah perjuangan korban menyelamatkan diri sehingga memperbesar trauma.
d.     Tidak menggambarkan secara detail saat bencana merenggut nyawa.
e.     Tidak mempublikasikan foto atau video dirinya dan jurnalis lain dengan latar belakang jenazah dan korban kritis untuk kepentingan mendapat pujian.
f.      Tidak menggambarkan, mempublikasikan foto dan video korban dalam kondisi tanpa busana yang berdampak gangguan kejiwaan.

Pasal 5
Jurnalis Aceh tidak mewawancarai korban kritis yang membutuhkan pertolongan, kondisi kejiwaan terguncang, dan pihak yang sedang memberikan pertolongan.
Penafsiran:
a.     Kritis adalah kondisi korban dalam keadaan fisik lemah dan dapat berakibat hilangnya nyawa.
b.     Membutuhkan pertolongan adalah kondisi korban tidak mampu menyelamatkan dirinya sendiri dan membutuhkan bantuan orang lain.
c.     Jiwa terguncang adalah kondisi korban mengalami gangguan ingatan, trauma dan kesedihan mendalam.
d.     Memberikan pertolongan adalah setiap orang atau kelompok yang berusaha menyelamatkan jiwa korban.

Pasal 6
Jurnalis Aceh mengedepankan sindikasi dalam peliputan.
Penafsiran:
a.     Jurnalis saling berbagi informasi, data, dan akses narasumber.
b.     Sindikasi tidak berarti mengambil karya jurnalistik media lain dengan mengatasnamakan dirinya.
c.     Pengambilan karya jurnalistik media lain harus dilengkapi sumbernya.

Pasal 7
Jurnalis Aceh fokus pada kesiapsiagaan, edukasi dan mitigasi.
Penafsiran:
a.     Jurnalis tidak memberitakan ramalan akan terjadinya bencana dari sumber tidak terpercaya seperti peramal atau paranormal.
b.     Jurnalis tidak mengaitkan terjadinya bencana dengan hal-hal takhayul.
c.     Jurnalis senantiasa memberitakan temuan baru, perkiraan ilmuan, serta kiat kesiapsiagaan.
d.     Jurnalis senantiasa memberitakan kebiasaan masyarakat dan kebijakan pemerintah yang dapat mengurangi dampak bencana.
e.     Jurnalis Aceh akan terus-menerus memberitakan potensi bencana.

Pasal 8
Jurnalis Aceh menghormati hak korban.
Penafsiran:
a.     Jurnalis tidak memaksa korban yang menolak diwawancarai.
b.     Hak korban adalah perlindungan, menjalankan ibadah, keamanan, kesehatan, pendidikan, pelayanan kedaruratan, rehabilitasi dan rekonstruksi, serta pemberdayaan.

Pasal 9
Kasus-kasus yang berkenaan dengan etik ini diselesaikan Dewan Etik.
Penafsiran:
Dewan Etik adalah sejumlah pakar, praktisi, akademisi dan wakil organisasi masyarakat sipil yang dipilih bersama dalam tenggat waktu tertentu dan bertugas memutuskan sanksi atas pelanggaran kode etik ini.(***)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar