ALIANSI Jurnalis Independen mendesak
Pemerintah Indonesia membuka akses bagi para jurnalis asing yang ingin meliput
di Papua. Akses bagi jurnalis asing itu penting untuk memulihkan kepercayaan
publik dan dunia internasional terhadap Pemerintah RI dan kerja pers di Papua.
Ketua Umum
Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Suwarjono, menyatakan, sikap tertutup
pemerintah atas Papua membuat munculnya situs-situs Internet yang tidak jernih
mengabarkan kondisi Papua. Namun, menurut Suwarjono, tindakan pemerintah
memblokir situs seperti www.papuapost.com justru semakin membuat situasi lebih
buruk.
AJI telah
memastikan situs yang diblokir, www.papuapost.com, tidak memiliki kaitan dengan
Harian Papua Pos, surat kabar yang terbit di Jayapura. Situs resmi Harian Papua
Pos yaitu www.papuapos.com, masih dapat diakses publik. “Akan
tetapi, kami menilai pemblokiran situs www.papuapost.com dengan alasan keamanan
menjadi preseden buruk bagi jaminan kebebasan berekspresi di Papua. Pemblokiran
justru dapat dikampanyekan sebagai bukti bahwa Pemerintah RI mengabaikan
jaminan kebebasan berekspresi di Papua, dan merampas hak warga untuk menilai
sendiri kualitas informasi dari situs yang diblokir,” kata Suwarjono.
Aksi
penutupan situs, menurut Ketua Bidang Advokasi Pengurus Nasional AJI, Iman D
Nugroho, akan mendorong kemunculan lebih banyak situs-situs lain yang semakin
jauh dari prinsip-prinsip kerja jurnalisme yang mengedepankan verifikasi dan
konfirmasi. Iman menyampaikan, sejauh ini, pers yang berbasis di Papua selalu
berupaya bekerja secara profesional. Dengan segala tekanan meliput dalam
himpitan konflik di Papua, pers di Papua terus berupaya mengedepankan
prinsip-prinsip jurnalisme. Berbagai perusahaan pers baru muncul di Papua, yang
membuat publik memiliki lebih banyak alternatif informasi tentang persoalan
Papua. “Meski
begitu, dalam konflik Papua yang berlarut, muncul opini bahwa pers di Papua
tidak independen dalam memberitakan persoalan Papua. Rendahnya trust atau
kepercayaan terhadap kerja pers di Papua memunculnya media alternatif yang
mengabaikan prinsip jurnalisme. Siapa saja bisa terjebak menjadikan media
alternatif yang abai prinsip jurnalistik sebagai rujukan. Jika hal itu
direspons dengan pemblokiran, justru akan muncul lebih banyak lagi situs bawah
tanah. Lebih buruk lagi, potensi munculnya anggapan pers yang tidak diblokir
atau tidak disensor, tidak independen. Itu membahayakan kerja jurnalis di
Papua,” kata Iman.
AJI
Indonesia percaya, salah satu jalan untuk membangun kembali kepercayaan
terhadap Pemerintah RI dan kerja pers di Papua adalah membuka akses peliputan
di Papua kepada para jurnalis asing yang kredibel. Pemberitaan masalah Papua
oleh jurnalis asing akan menjadi pembanding atas pemberitaan pers di Papua.
Pemberitaan
oleh jurnalis asing justru bisa menjadi pembanding atas segala informasi
sepihak media alternatif yang mengabaikan prinsip jurnalisme. "Kami
percaya pemberitaan masalah Papua oleh jurnalis asing pada akhirnya justru
membuktikan kerja pers di Papua profesional dan independen,” kata Iman.(***)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar