Jumat, 06 Juli 2012

Simon Nyaris Huni Rutan Malendeng



SABTU 30 Juni 2012. Hari terakhir di bulan Juni ini, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Manado kembali menggelar roadshow. Setelah pekan sebelumnya bertemu Muda-mudi Katolik Paroki Pineleng, kali ini mengunjungi Rumah Tahanan (Rutan) Malendeng Manado. Agendanya bertemu dengan pimpinan Rutan, sekaligus meladeni tantangan laga persahabatan melawan tim futsal warga binaan di sana.



Saya bersama Sekretaris AJI Manado, Ishak Kusrant (Kompas TV) memasuki halaman Rutan Malendeng Manado sekitar pukul 16.20 WITA. Beberapa kawan jurnalis sudah berada di sana. Dari jauh saya lihat seorang pria berkumis sedang ngobrol dengan kawan Simon Making (Harian Komentar). “Halo bos..apa kabar? Ada sehat-sehat jo..,” ujar saya menyapa seorang pria paruh baya yang khas dengan kacamatanya. “Kabar baik. Bagaimana ini Ketua AJI. AJI harus terus menggebrak, independen. Yang muda-muda yang harus mengambil alih ini peran para jurnalis,” lanjut pria tadi sambil menepuk-nepuk bahu saya.
Saya kenal lama dan akrab dengan pria ini. Dia seorang pejabat pemerintahan di Sulut. Terseret kasus. Katanya dia jadi korban kebijakan pimpinan. “Yah, silahkan bermain futsal,” ujar laki-laki yang murah senyum ini.
Simon lantas memperkenalkan kami dengan Kepala Rutan Malendeng Manado, Julius Paat SH. “Mari jo, ke dalam. Lapangannya ada di dalam,” ujar Paat.
Agak ragu. Satu per satu kami masuk ke dalam Rutan melewati sebuah gerbang besar. Petugas jaga memberikan kami masing-masing sebuah kartu berwarna merah. “Kalau kartu ini hilang, kalin tidak bisa keluar dari sini. Artinya kalian jadi penghuni Rumah Tahanan,” ujar seorang sipir dengan mimik serius.
Melewati semacam taman kecil, kami tiba di sebuah ruangan yang dihiasi terali-terali besi. Simon menyalami seseorang. Ternyata dia juga dulu seorang jurnalis yang terbelit kasus narkoba. “Barang-barang bawaannya seperti tas, HP, dompet lebih baik satu orang yang jaga. Supaya tidak tercecer,” ingat Paat. Kenny Winokan (RCTI) mengambil tugas pertama menjaga barang-barang kami.
Beberapa meter dari ruangan, terdengar suara agak gaduh dari ruangan kami berada. Saya mengintip sepintas lewat terali besi yang ada. Ternyata sejumlah pegawai Rutan sebagai bermain bola berbaur dengan para warga binaan. Menariknya, puluhan tahanan atau yang disebut sebagai warga binaan berada di pinggiran lapangan untuk menonton dan memberikan dukungan. Banyak diantara mereka yang bertelanjang dada. Tato dengan berbagai motif menghiasi tubuh mereka. “Hmm, psyco war ini,” gumam saya. Wajah beberapa rekan jurnalis juga menyiratkan keraguan dan kecemasan, meski mereka berusaha menyembunyikannya. “Ganti baju jo,” ujar saya kepada kawan-kawan jurnalis. Saya sudah siap dengan kostum dan nomor punggung kebanggan saya “9”.
Satu per satu kami dengan sedikit ragu berjalan ke pinggiran lapangan. “Kalau yang nomor 17, dengan penjaga gawang itu tahanan di sini,” ujar seorang warga binaan kepada saya di pinggiran lapangan. “Dari mana dorang..” tanya seseorang di samping binaan tadi. “Wartawan dorang,” jawabnya.
Tim futsal Rutan Malendeng sudah melakukan pemanasan di lapangan. Satu per satu skuad AJI Manado juga masuk ke lapangan. Para penonton mulai memberikan dukungan. “Kita foto bersama dulu pak,” ujar Simon kepada Paat. Kenny kembali berperan sebagai kameraman. Selesai foto bersama, masing-masing tim mempersiapkan line up-nya. “Scott, musti turun pertama. Supaya kita menggebrak di awal. Harus tampil meyakinkan,” ujar saya kepada Stenly Scott Lonteng (Harian Komentar), yang merupakan salah satu pilar tim AJI Manado.
Tim AJI turun dengan formasi, Jefry Langi (Koordinator Divisi New Media AJI Manado/Indosiar) berada dibawah mistar gawang. Simon jadi palang pintu. Scott dan Ishak menggalang lini tengah. Saya di posisi favorit sebagai ujung tombak. Sementara di pihak Rutan Malendeng, Paat memimpin langsung timnya yang merupakan kolaborasi antara pegawai Rutan dengan para warga binaan.
Pluit dimulainya pertandingan dibunyikan. Dibawah dukungan puluhan suporter tuan rumah yang memadati pinggiran lapangan, Paat dkk langsung menggebrak pertahanan AJI Manado yang digalang Simon. Tak pelak, Jefry harus jatuh bangun mempertahankan gawangnya. Keasyikan menyerang, Rutan Malendeng malah kecolongan gol. Menerima umpan matang dari Scott, saya berhasil mengecoh kiper lawan dan membawa timnya unggul 1-0. AJI Manado kembali memperbesar keunggulan 2-0 lewat kaki Ishak setelah saya mengirim sebuah umpan terobosan. Scoot mencetak dua gol lagi untuk AJI Manado, sebelum ditambah satu gol dari saya untuk menutup skor di babak pertama menjadi 5-2, setelah sebelumnya dua gol berhasil dilesakkan tim Rutan Malendeng.
Memasuki babak kedua, pertandingan makin menarik. Apalagi sebagian besar pendukung tim tuan rumah yang mayoritas adalah warga binaan dengan sportif berbalik memberikan dukungan kepada tim AJI Manado yang bermain atraktif . Lini tengah yang dimotori Scott dan Billy Lintjewas (Harian Komentar) yang masuk menggantikan Ishak berhasil mendikte  permainan dan menguasai jalannya pertandingan.  Hasilnya, gol demi gol kembali bersarang di gawang Rutan Malendeng. Saya sendiri menambah dua gol, sedangkan Scott dan Billy masing-masing satu gol. Sementara pihak Rutan Malendeng berhasil menambah tiga gol. Hingga pluit panjang dibunyikan, skor akhir 9-5 untuk AJI Manado.
Usai pertandingan, Paat mengatakan, kegiatan olahraga seperti futsal ini rutin dilakukan pihaknya dan pertandingan dengan AJI Manado bisa dijadwalkan kembali untuk waktu-waktu mendatang. “AJI bermain bagus, ke depan bisa kita agendakan lagi pertandingan seperti ini,” ujar Paat.
Saya menyampaikan sasaran yang ingin dicapai melalui pertandingan persahabatan itu, selain menjaga kebugaran tubuh dan membangun komunikasi dengan pihak Rutan Malendeng yang juga adalah wilayah liputan kawan-kawan jurnalis desk hukum dan kriminal, sekaligus juga memperkenalkan keberadaan AJI Manado sebagai wadah berhimpunnya para jurnalis.
Hari makin senja. kami masih menikmati suguhan pisang goreng yang disediakan pihak Rutan di pinggiran lapangan. Beberapa warga binaan juga ikut nimbrung. Sedangkan yang lainnya hanya berada di balik pagar besi. Yang lainnya masih berada di lapangan. Kami ngobrol lebih jauh dengan Paat. Pembicaraan ringan-ringan saja. “Jadi ada nonton bareng final EURO ini pak,” ujar Simon. “Nontonya di ruangan masing-masing. Kalau mo noreng, sebentar bagaimana awasi ratusan orang ini kalau ada kericuhan,” jawab Paat.
 “Para warga binaan segera masuk ke kamar masing-masing,” ujar seorang pria lewat pengeras suara. Puluhan pria itupun lantas meninggalkan pinggiran lapangan, masuk ke ruangan masing-masing.
Saya memberikan kode kepada Simon agar kita segera pulang. Setelah pamitan dengan Paat juga sejumlah sipir, kamipun berjalan menuju gerbang utama. “Kartu merah segera disiapkan. Awas jangan sampai ada yang harus tinggal di Rutan,” ujar Scott.
Masing-masing kami memegang kartu merah. Satu per satu keluar meninggalkan gerbang Rutan. “Mana kita pe kartu,” ujar Simon yang berada di antrian paling belakang. Ternyata Simon lagi “ditahan” para sipir. “Tadi ada di tas, kita kase pegang pa Kenny,” ujar Simon yang kelihatan mulai gugup. “Tinggal jo, Mon,” ledek kawan-kawan jurnalis yang lain. 
Awalnya saya juga berniat untuk mengolok-olok Simon. Namun karena melihat raut wajahnya yang serius, bahkan mulai panik, sayapun membongkar tas untuk mencari kartu merah tersebut. hmm, ternyata ada terselip di laci tas yang saya bawa. Karena sebelum semua barang bawaab diserahkan ke Kenny, Simon semoat menitipkan dompet, HP, dan kartu merah di laci tas saya.
Kartu merah diserahkan ke sipir. Simon pun batal jadi penghuni Rutan Malendeng. Senja merambat malam. Kamipun segera meninggalkan kawasan yang terletak di ringroad itu.(***)

    

2 komentar: