SABTU 30 Juni 2012. Hari terakhir di bulan Juni ini, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Manado kembali menggelar roadshow. Setelah pekan sebelumnya bertemu Muda-mudi Katolik Paroki Pineleng, kali ini mengunjungi Rumah Tahanan (Rutan) Malendeng Manado. Agendanya bertemu dengan pimpinan Rutan, sekaligus meladeni tantangan laga persahabatan melawan tim futsal warga binaan di sana.
Saya bersama Sekretaris AJI Manado, Ishak Kusrant
(Kompas TV) memasuki halaman Rutan Malendeng Manado sekitar pukul 16.20 WITA.
Beberapa kawan jurnalis sudah berada di sana. Dari jauh saya lihat seorang pria
berkumis sedang ngobrol dengan kawan Simon Making (Harian Komentar). “Halo
bos..apa kabar? Ada sehat-sehat jo..,” ujar saya menyapa seorang pria paruh
baya yang khas dengan kacamatanya. “Kabar baik. Bagaimana ini Ketua AJI. AJI
harus terus menggebrak, independen. Yang muda-muda yang harus mengambil alih
ini peran para jurnalis,” lanjut pria tadi sambil menepuk-nepuk bahu saya.
Saya kenal lama dan akrab dengan pria ini. Dia
seorang pejabat pemerintahan di Sulut. Terseret kasus. Katanya dia jadi korban
kebijakan pimpinan. “Yah, silahkan bermain futsal,” ujar laki-laki yang murah
senyum ini.
Simon lantas memperkenalkan kami dengan Kepala Rutan
Malendeng Manado, Julius Paat SH. “Mari jo, ke dalam. Lapangannya ada di
dalam,” ujar Paat.
Agak ragu. Satu per satu kami masuk ke dalam Rutan
melewati sebuah gerbang besar. Petugas jaga memberikan kami masing-masing
sebuah kartu berwarna merah. “Kalau kartu ini hilang, kalin tidak bisa keluar
dari sini. Artinya kalian jadi penghuni Rumah Tahanan,” ujar seorang sipir
dengan mimik serius.
Melewati semacam taman kecil, kami tiba di sebuah
ruangan yang dihiasi terali-terali besi. Simon menyalami seseorang. Ternyata
dia juga dulu seorang jurnalis yang terbelit kasus narkoba. “Barang-barang
bawaannya seperti tas, HP, dompet lebih baik satu orang yang jaga. Supaya tidak
tercecer,” ingat Paat. Kenny Winokan (RCTI) mengambil tugas pertama menjaga
barang-barang kami.
Beberapa meter dari ruangan, terdengar suara agak
gaduh dari ruangan kami berada. Saya mengintip sepintas lewat terali besi yang
ada. Ternyata sejumlah pegawai Rutan sebagai bermain bola berbaur dengan para
warga binaan. Menariknya, puluhan tahanan atau yang disebut sebagai warga
binaan berada di pinggiran lapangan untuk menonton dan memberikan dukungan.
Banyak diantara mereka yang bertelanjang dada. Tato dengan berbagai motif
menghiasi tubuh mereka. “Hmm, psyco war ini,” gumam saya. Wajah beberapa rekan
jurnalis juga menyiratkan keraguan dan kecemasan, meski mereka berusaha
menyembunyikannya. “Ganti baju jo,” ujar saya kepada kawan-kawan jurnalis. Saya
sudah siap dengan kostum dan nomor punggung kebanggan saya “9”.
Satu per satu kami dengan sedikit ragu berjalan ke
pinggiran lapangan. “Kalau yang nomor 17, dengan penjaga gawang itu tahanan di
sini,” ujar seorang warga binaan kepada saya di pinggiran lapangan. “Dari mana
dorang..” tanya seseorang di samping binaan tadi. “Wartawan dorang,” jawabnya.
Tim futsal Rutan Malendeng sudah melakukan pemanasan
di lapangan. Satu per satu skuad AJI Manado juga masuk ke lapangan. Para
penonton mulai memberikan dukungan. “Kita foto bersama dulu pak,” ujar Simon
kepada Paat. Kenny kembali berperan sebagai kameraman. Selesai foto bersama,
masing-masing tim mempersiapkan line up-nya. “Scott, musti turun pertama.
Supaya kita menggebrak di awal. Harus tampil meyakinkan,” ujar saya kepada
Stenly Scott Lonteng (Harian Komentar), yang merupakan salah satu pilar tim AJI
Manado.
Tim AJI turun dengan formasi, Jefry Langi
(Koordinator Divisi New Media AJI Manado/Indosiar) berada dibawah mistar
gawang. Simon jadi palang pintu. Scott dan Ishak menggalang lini tengah. Saya
di posisi favorit sebagai ujung tombak. Sementara di pihak Rutan Malendeng,
Paat memimpin langsung timnya yang merupakan kolaborasi antara pegawai Rutan
dengan para warga binaan.
Pluit dimulainya pertandingan dibunyikan. Dibawah
dukungan puluhan suporter tuan rumah yang memadati pinggiran lapangan, Paat dkk
langsung menggebrak pertahanan AJI Manado yang digalang Simon. Tak pelak, Jefry
harus jatuh bangun mempertahankan gawangnya. Keasyikan menyerang, Rutan
Malendeng malah kecolongan gol. Menerima umpan matang dari Scott, saya berhasil
mengecoh kiper lawan dan membawa timnya unggul 1-0. AJI Manado kembali
memperbesar keunggulan 2-0 lewat kaki Ishak setelah saya mengirim sebuah umpan
terobosan. Scoot mencetak dua gol lagi untuk AJI Manado, sebelum ditambah satu
gol dari saya untuk menutup skor di babak pertama menjadi 5-2, setelah
sebelumnya dua gol berhasil dilesakkan tim Rutan Malendeng.
Memasuki babak kedua, pertandingan makin menarik.
Apalagi sebagian besar pendukung tim tuan rumah yang mayoritas adalah warga
binaan dengan sportif berbalik memberikan dukungan kepada tim AJI Manado yang
bermain atraktif . Lini tengah yang dimotori Scott dan Billy Lintjewas (Harian
Komentar) yang masuk menggantikan Ishak berhasil mendikte permainan dan menguasai jalannya
pertandingan. Hasilnya, gol demi gol
kembali bersarang di gawang Rutan Malendeng. Saya sendiri menambah dua gol,
sedangkan Scott dan Billy masing-masing satu gol. Sementara pihak Rutan Malendeng
berhasil menambah tiga gol. Hingga pluit panjang dibunyikan, skor akhir 9-5
untuk AJI Manado.
Usai pertandingan, Paat mengatakan, kegiatan
olahraga seperti futsal ini rutin dilakukan pihaknya dan pertandingan dengan
AJI Manado bisa dijadwalkan kembali untuk waktu-waktu mendatang. “AJI bermain
bagus, ke depan bisa kita agendakan lagi pertandingan seperti ini,” ujar Paat.
Saya menyampaikan sasaran yang ingin dicapai melalui
pertandingan persahabatan itu, selain menjaga kebugaran tubuh dan membangun
komunikasi dengan pihak Rutan Malendeng yang juga adalah wilayah liputan
kawan-kawan jurnalis desk hukum dan kriminal, sekaligus juga memperkenalkan
keberadaan AJI Manado sebagai wadah berhimpunnya para jurnalis.
Hari makin senja. kami masih menikmati suguhan
pisang goreng yang disediakan pihak Rutan di pinggiran lapangan. Beberapa warga
binaan juga ikut nimbrung. Sedangkan yang lainnya hanya berada di balik pagar
besi. Yang lainnya masih berada di lapangan. Kami ngobrol lebih jauh dengan
Paat. Pembicaraan ringan-ringan saja. “Jadi ada nonton bareng final EURO ini
pak,” ujar Simon. “Nontonya di ruangan masing-masing. Kalau mo noreng, sebentar
bagaimana awasi ratusan orang ini kalau ada kericuhan,” jawab Paat.
“Para warga
binaan segera masuk ke kamar masing-masing,” ujar seorang pria lewat pengeras
suara. Puluhan pria itupun lantas meninggalkan pinggiran lapangan, masuk ke
ruangan masing-masing.
Saya memberikan kode kepada Simon agar kita segera
pulang. Setelah pamitan dengan Paat juga sejumlah sipir, kamipun berjalan
menuju gerbang utama. “Kartu merah segera disiapkan. Awas jangan sampai ada
yang harus tinggal di Rutan,” ujar Scott.
Masing-masing kami memegang kartu merah. Satu per
satu keluar meninggalkan gerbang Rutan. “Mana kita pe kartu,” ujar Simon yang
berada di antrian paling belakang. Ternyata Simon lagi “ditahan” para sipir.
“Tadi ada di tas, kita kase pegang pa Kenny,” ujar Simon yang kelihatan mulai
gugup. “Tinggal jo, Mon,” ledek kawan-kawan jurnalis yang lain.
Awalnya saya juga berniat untuk mengolok-olok Simon.
Namun karena melihat raut wajahnya yang serius, bahkan mulai panik, sayapun
membongkar tas untuk mencari kartu merah tersebut. hmm, ternyata ada terselip
di laci tas yang saya bawa. Karena sebelum semua barang bawaab diserahkan ke
Kenny, Simon semoat menitipkan dompet, HP, dan kartu merah di laci tas saya.
Kartu merah diserahkan ke sipir. Simon pun batal
jadi penghuni Rutan Malendeng. Senja merambat malam. Kamipun segera
meninggalkan kawasan yang terletak di ringroad itu.(***)
trims sdh mengunjungi rutan malendeng... :-)
BalasHapusiya. sama2
BalasHapus