Minggu, 22 April 2012

Teladan Keteguhan Iman Santo Fransiskus Xaverius


 Uskup Manado memberikan sakramen krisma di Paroki Santo Fransiskus Xaverius Pineleng, Minahasa

PAGI itu hujan mengguyur Kota Manado dan sekitarnya. Minggu 22 April 2012. Rasanya masih ingin meneruskan tidur yang dihiasi mimpi-mimpi. Namun saya teringat bahwa hari ini ada satu agenda penting liputan terkait penerimaan sakramen krisma bagi tak kurang dari 130 umat di Paroki Santu Fransiskus Xaverius Pineleng. Liputan bidang agama menjadi bagian tanggungjawab saya, selain sektor pendidikan dan kesehatan. 
   
Sesuai undangan yang disampaikan sahabat saya wartawan Harian Komentar yang juga Sekretaris Panitia Krisma, Simon Making Perayaan Ekaristi dimulai pukul 09.00 WITA. Namun saya baru beranjak menuju Pineleng sekitar  pukul 10.30 WITA, setelah lebih dari satu jam harus “berkompromi” dulu dengan rasa ngantuk yang menyerang. Tak lebih dari 10 menit selanjutnya saya sudah berada di lokasi Gereja Katolik Santo Fransiskus Xaverius Pineleng. Masuk dalam wilayah Pemerintahan Kabupapen Minahasa, namun Kecmatan Pineleng lebih dekat dengan wilayah Kota Manado. Setelah memarkir sepeda motor yang saya tunggangi, beberapa menit kemudian saya sudah berada di halaman gereja. Sebuah gedung gereja yang megah. Di sampingnya ada bangunan gereja yang lama. Saya teringat beberapa tahun lalu, di gereja yang lama sempat dihebohkan  berita munculnya wajah mirip Yesus.
Dari depan pintu masuk gereja, saya sudah ditunggu sahabat saya Devy Kumaat, wartawan harian Media Sulut, yang juga anggota AJI Manado.  “So terlambat Sep. Sekarang sementara Doa Umat,” ujar Devy. “Torang tunggu di luar jo. Klar misa baru wawancara uskup,” sambung saya.  Sesaat kemudian ikut bergabung dua kawan wartawan masing-masing Hence Tumilaar (Pasific TV) dan Donald  Taliwongso (Koran Manado). Berempat kami pun ngobrol.         
Misa hampir selesai, ketisa saya kembali merapat ke depan pinti masuk gereja untuk medengar beberapa kalimat dari uskup sebelum memberikan berkat pengutusan. “Semoga dengan menerima sakramen krisma ini, para krismawan dan krimawati makin  teguh dalam iman, diperbaharui dan menjadi anak-anak Tuhan,”ujar Suwatan saat memimpin Perayaan Ekaristi Kudus didampingi Pastor Joutje Palit Pr.
Diiringi putra-putri altar, Uskup dan Pastor Oce meninggalkan gedung gereja dan menuju lokasi pembangunan Patung Santu Fransiskus Xaverius. Di barisan belakangnya berjalan Ketua Dewan Pastoral Paroki Pineleng, Ir Hoyke Makarawung, Asisten III Setdaprop Sulut, Edwin Silangen SE MSi, dan Anggota DPR RI, Paula Sinjal SH MH. Di tengah guyuran hujan, Uskup memberkati Patung Santu Fransiskus Xaverius. Panitia sibuk memayungi para pejabat yang hadir agar tidak kehujanan. Penandatanganan prasasti akhirnya dilakukan di dalam tenda-tenda yang disediakan, karena hujan makin deras. Ratusan umat memilih untuk mengikuti acara ini dari berbagai sudut kompleks gereja, sambil menghindar dari hujan. “Semangat dan keteladanan Santo Fransiskus Xaverius yang menjadi pelindung Paroki Pineleng, kiranya dapat dijadikan panutan bagu umat di Pineleng ini,” ujar Suwatan.
Tentang santo Fransiskus Xaverius, dia memegang peranan penting dalam penyebaran agama Katolik di Indonesia.  
Santo Fransiskus Xaverius lahir 7 April 1506 dan  meninggal pada 2 Desember 1552 pada umur 46 tahun. Pada usia 19 tahun, Fransiskus Xaverius masuk Universitas Paris, di mana dia lulus dengan licence ès arts pada tahun 1530. Dia kemudian melanjutkan studi dalam bidang teologi di kota itu, dan berkenalan dengan Ignatius Loyola. Bersama dengan Ignatius, Pierre Favre dan empat orang lainnya, Xaverius mengikat janji di Montmartre dan membentuk Serikat Yesus pada 15 Agustus 1534, dengan mengucapkan kaul kemiskinan dan kesucian.
Fransiskus Xaverius mengabdikan sebagian besar dari masa hidupnya bagi karya misi di negeri-negeri terpencil. Karena Raja Yohanes III (Bahasa Portugis: Dom João III) dari Portugal menghendaki agar para misionaris Yesuit berkarya di Hindia-Portugis, maka ia pun diutus ke sana pada tahun 1540. Ia bertolak dari Lisboa pada tanggal 7 April 1541, bersama dua Yesuit lainnya dan Martin de Sousa raja muda yang baru , dengan menumpang kapal Santiago. Dari Bulan Agustus 1541 hingga bulan Maret 1542, ia singgah di Mozambik, dan kemudian mencapai Goa, India, ibukota koloni Portugis, pada tanggal 6 Mei. Jabatan resminya di Goa adalah Nuncio Apostolik. Tiga tahun berikutnya digunakannya untuk berkarya di Goa.
Pada tanggal 20 September 1542, ia mengadakan perjalanan misinya yang pertama di antara kaum Parava, para penyelam mutiara di sepanjang pesisir Timur India Selatan, sebelah Utara dari tanjung Comorin. Ia kemudian berusaha mengkristenkan Raja Travancore, di pesisir Barat, dan juga mengunjungi Sailan. Tidak puas akan hasil upayanya, di kembali ke Timur pada tahun 1545, dan menyusun rencana perjalanan misi ke Makassar, di Pulau Sulawesi.
Setelah tiba di Malaka pada bulan Oktober tahun itu dan selama tiga bulan menunggu kapal tumpangan ke Makassar yang tak kunjung tiba, akhirnya ia membatalkan tujuan semula dari pelayarannya. Ia bertolak dari Malaka pada tanggal 1 Januari 1546 dan berlabuh di Amboina, kemudian tingal di pulau itu hingga pertengahan bulan Juni. Setelah itu ia mengunjungi pulau-pulau lainnya di Maluku, termasuk Ternate dan Moro. Segera setelah hari raya Paskah tahun 1546, ia kembali ke pulau Ambon, dan kemudian menuju Malaka. Misi di Ambon ini menjadi salah satu awal sejarah Gereja Katolik di Indonesia. Selama rentang waktu tersebut, disebabkan kekecewaannya terhadap para petinggi Goa, Santo Fransiskus menulis sepucuk surat kepada Raja Dom João III meminta diberlakukannya Inkuisisi di Goa. Meskipun demikian, inkuisisi Goa baru mulai dijalankan delapan tahun setelah kematiannya.
Di tengah kerumunan umat yang menyaksikan pemberkatan patung Santo Fransiskus xaverius, tampak tergopoh-gopoh Prof DR Ph Tuerah MSi DEA “menyusup” ke dalam acara tersebut. Tuerah, Rektor Universitas Negeri Manado, juga Ketua Umum Kaum Bapak Katolik Keuskupan Manado,  datang terlambat.  
Uskup dan para undangan istirahat sejenak sambil berbincang-bincang. Kami memanfaatkan waktu ini untuk mewawancarai Paula Sinjal SH MSi, meski target sebelumnya adalah Uskup. Politisi dari Partai Demokrat ini banyak bicara tentang hasil-hasil masa reses yang dilakukan di daerah Sulawesi Utara.    
Beberapa saat kemudian acara resepsi dimulai. Bupati Minahasa Stefanus Vreeke Runtu pun sudah bergabung. Tak kurang dari lima orang memberikan sambutan, yang membuat saya beberapa saat tertidur di emperan SMP Katolik Santo Fransikus, yang terletak di belakang gedung gereja.
Sambutan selesai. Acara makan dimulai. Suasana jadi sedikit gaduh. Semua “berlomba” mencari makanan. Tentu, kami pun tak tinggal diam. Ikut “berkompetisi” di tengah kerumunan orang. Maklum waktu sudah menunjukan pukul 14.00 WITA. “Mana Hence dan Donald?,” tanya saya pada Devy. “Mungkin so pulang lebe dulu,” jawab Devy.    
Sesi terakhir acara adalah foto bersama uskup dengan umat yang menerima sakramen krisma. “Semoga makin dewasa dan teguh dalam iman,” ujar uskup kembali mengingatkan ratusan krismawan-krismawati.
Waktu sudah menunjukan pukul 14.45 WITA, saat saya bersama devy memacu motor meninggalkan Pineleng menuju Manado.(***)         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar