Senin, 10 November 2014

Pasar Percaya Pada Media yang Independen

Perusahaan media yang melantai di bursa saham mesti memperhatikan kepercayaan publik pada netralitas dan independensi produk jurnalistiknya. Bila kepercayaan publik turun kebenaran berita yang dibuat, maka dapat berdampak pada turunnya harga saham. Demikian salah satu butir pemikiran dalam diskusi Investor Briefing : Demokratisasi Penyiaran untuk Membangun Kepercayaan Pasar, 6 November 2014 yang diselenggarakan di restoran Dapur Sunda, Pasific Place, Jakarta.


Diskusi ini menghadirkan Reza Priyambada (Analis Pasar Modal), Amir Effendi Siregar (Koalisi Independen untuk Demokratisasi Penyiaran/KIDP) dan Metta Dharmasaputra (Direktur Eksekutif Katadata) dengan dipandu Bima Marzuki dari Kompas TV. Kegiatan ini diselenggarakan oleh divisi penyiaran dan new media Aliansi Jurnalis Independen/AJI.
Dalam data yang disajikan Reza Priyambada, terlihat bagaimana saham grup TVOne dan MNC mengalami penurunan, beberapa hari setelah Pilpres, karena terkait penyajian quick count yang kurang akurat. Sementara saham grup SCMA atau SCTV, mengalami kenaikan, karena mungkin publik menganggap stasiun televisi ini lebih netral.
Menurut Amir Effendi Siregar, "Orang berdebat soal independensi, menurut saya itu wajib hukumnya untuk sebuah media yang ingin profesional. Independensi juga berkaitan dengan jurnalis dan seluruh informasi harus disajikan akurat, balance dan komprehensif." Termasuk di penyiaran, seperti televisi dan radio, di mana frekwensi itu terbatas dan milik publik, sehingga tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi , apalagi kepentingan politik tertentu.
Metta Dharmasaputra menceritakan bahwa aturan media massa di beberapa negara asing lebih ketat. Misal jurnalis, khususnya bidang ekonomi, tidak boleh memiliki saham apapun, karena nanti dianggap bias. Ada pembelajaran menarik dari kasus Dow Jones Inc, ketika perusahaan ini dibeli Rupert Murdoch, ada reaksi keras dari publik terhadap independesi Dow Jones. Akhirnya perusahaan ini membuat Komite dengan menunjuk 5 orang independen. Komite inilah yang mengawasi dan memimpin perusahaan agar tetap independen. Hal begini mungkin perlu didorong di Indonesia, bila ada perusahaan media yang diragukan independensinya.
Diskusi ini akhirnya mengerucut pada kesimpulan bahwa masih ada kurang pahamnya para pelaku pasar maupun analisis pasar modal pada isu isu media. Sehingga sering kali hal hal penting dari kegiatan jurnalistik terlewatkan dalam pertimbangan. Misalnya, tidak banyak analisis pasar modal yang tahu bahwa izin frekwensi itu hanya berlaku 10 tahun sekali. Tahun 2015 ada masa akhir izin kurang lebih 10 stasiun televisi, mestinya ini akan mempengaruhi harga saham.
Di sisi lain, media jarang sekali memberitakan media lain. Ada budaya enggan untuk saling memberitakan media lain, meskipun terkait dengan pergerakan saham. Padahal budaya ini mesti hilangkan, dan para redaktur media massa mesti terbiasa untuk memberitakan media lain, yang terkait dengan kepentingan publik.

Jakarta 7 November 2014
Koalisi Indepeden Untuk Demokratisasi Penyiaran (KIDP) yang beranggotakan:
1.      Aliansi Jurnalis Independen  (AJI)
2.      Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers)
3.      Pemantau Regulasi dan Regulator Media ( PR2MEDIA), Yogyakarta
4.      Rumah Perubahan Lembaga Penyiaran Publik, Yogyakarta
5.      Remotivi, Jakarta
6.      Yayasan TIFA, Jakarta
7.      Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP), Jakarta
8.      Media Link, Jakarta
9.      Masyarakat Cipta Media, Jakarta

Kontak Person :
Dandhy Dwi Laksono (AJI) HP 08129066157

Tidak ada komentar:

Posting Komentar