Rabu, 12 November 2014

Sopir Taxi, Juga “Wartawan” KOMPAS


LEWAT tengah malam, saya akhirnya mendapatkan taxi terakhir menuju Manado. Sopir taxi sedikit terkejut saat melihat enam orang menghampiri taxinya yang diparkir di Kompleks Triple M Tomohon. Setelah saya jelaskan bahwa hanya satu orang akan ke Manado, sang sopir dengan ramah membukakan pintunya. Dalam perjalanan sekitar 30 menit lamanya, dia bercerita tentang seorang kawannya sesama sopir yang juga “wartawan” KOMPAS.   

Hari itu Jumat 07 Nopember 2014. Saya diminta kawan-kawan mahasiswa untuk membawakan materi pada kegiatan Masa Penerimaan Anggota Baru (MPAB) Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Tondano. Menyampaikan topic terkait Fighting Spirit dan Sejarah Gerakan Mahasiswa menelan waktu sekitar 120 menit. Pukul 23.30 WITA, saya masih berdiskusi ringan dengan para pengurus terkait bagaimana eksistensi PMKRI, sebuah organisasi di mana saya pernah dididik di sana.
Tak terasa hari telah berganti. Pukul 00.30 WITA, saya diantar enam orang mahasiswa dengan menggunakan motor dari lokasi kegiatan di Bukit Doa Kasuang menuju Tomohon. Lebih kurang 15 menit kemudian, saya sudah berada di dalam taxi terakhir menuju Manado.
Perbincangan ringan dengan sang sopir berlangsung. Saya banyak bertanya tentang persaingan di antara armada taxi, termasuk monopoli salah satu taxi di Bandara Sam Ratulangi. Percakapan terus mengalir, selancar perjalanan malam itu yang memang sepi dari kendaraan. “Kerja di mana pak,” tanya sang sopir. “Saya kerja di Harian METRO,” jawab saya. “Oh, wartawan dang,” balas dia.
Beberapa saat terdiam, laki-laki separuh baya ini kembali angkat bicara. “Kita juga ada teman wartawan Kompas. Tapi dia juga sopir taxi noh,” ujar dia. “Oh ya,” balas saya.
Melihat saya yang tertarik dan seolah-olah percaya dengan apa yang disampaikan, dia kemudian melanjutkan ceritanya. “Kita pe teman itu jaga bawa laptop. Jaga kirim berita noh ke Jakarta. Jadi saat waktu lowong, dia kirim brita. Wartawan Kompas dia. Ada ID card juga,” ujar dia bersemangat. “Namanya siapa om,” Tanya saya yang mulai agak kesal dengan bualannya.
Sang sopir menyebutkan satu nama sekenanya. “Om, kalau Kompas di Sulawesi Utara itu Cuma ada tiga orang. Rizal Layuck untuk Harian Kompas, Ishak Kusrant Kompas TV dan Ronny Buol dari kompas.com. Jadi om pe teman itu yang mana,” balas saya.
Dia kembali terdiam. Bahkan lebih lama dari sebelumnya. “Oh jadi mungkin kita pe teman itu bukan wartawan yah,” ujarnya. “Nda sembarang om jadi wartawan. Ada sekolah. Ada pelatihan. Sekarang ada sertifikasi, sama dengan guru ada uji kompetensi,” ujar saya yang membuat sang sopir hanya bisa manggut-manggut.
 Taxy yang saya tumpangi itu akhirnya perlahan berhenti di kompleks Stadion Klabat Manado. Saya membayar ongkos sesuai argo. Tak lupa meminta nomor HP sang sopir, mungkin saja di lain waktu saya membutuhkan jasanya.(***)            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar