"Selamat
kepada kawan-kawan yang telah lulus uji kompetensi jurnalis. Sertifikat yang
didapat ini jangan digunakan untuk mengintimidasi pihak lain," ungkap
Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Periode 2011 - 2014, Eko
Maryadi saat menutup pelaksanaan Uji Kompetensi Jurnalis (UKJ) AJI Angkatan I
di Wisma Hijau, Depok, Jawa Barat, April 2012.
Kalimat ini
masih terngiang dalam ingatan saya, tak sekadar mengingat, tapi juga ada
semacam beban tanggungjawab yang harus diemban dalam menjalankan tugas
jurnalistik. Bahwa sertifikat itu tidak hanya sekadar kertas, tapi ada
tanggungjawab di sana.
Dalam
beberapa hari terakhir ini, saya mencermati diskusi bahkan perdebatan baik di
media masa maupun media sosial terkait data perusahaan pers yang terdaftar di
Dewan Pers. Banyak pertanyaan yang muncul, bahkan ada yang diajukan langsung
kepada saya, apakah media yang sudah terdaftar di buku Dewan Pers tahun 2015
itu sudah lolos verifikasi? Saya rasa ini pertanyaan penting yang harus
mendapat porsi penjelasan yang memadai. Karena apa, ada indikasi pihak-pihak
tertentu mulai memanfaatkan data ini untuk kepentingan masing-masing. Mungkin
saja pemerintah, untuk bisa me-mark up dana humas, atau juga pihak media
sendiri untuk mengintimidasi atau melegitimasi keberadaan medianya. Dalam pandangan saya, ada
persoalan yang lebih urgen lagi saat membahas soal perusahaan media, ketimbang
mempersoalkan terdaftar atau tidak. Persoalan pendaftaran perusahaan media
adalah urusan tekhnis, prosedur. Bahkan waktu lalu pendaftaran bisa dilakukan
secara online. Semua media bisa mendaftar, dan masuk dalam buku Dewan Pers,
setelah mengisi beberapa form isian. Selanjutnya ada verifikasi berkas, untuk
mengecek keabsahan dokumen. Lalu ada verifikasi factual, apakah perusahaan pers
itu benar-benar ada?
Dengan komposisi
Sembilan orang anggota Dewan Pers, mengurus persoalan pers di seluruh Indonesia,
melakukan verifikasi berkas tentu bukan perkara mudah. Apalagi verifikasi factual
dengan mengecek di lapangan apa benar perusahaan media itu ada.
Nah, Dewan
Pers sudah mengeluarkan Peraturan Dewan Pers Nomor: 4/Peraturan-DP/III/2008 tentang
Standar Perusahaan Pers. Sedikitnya ada 17 poin dalam aturan itu yang mengatur
soal bagaimana perusahaan pers yang memenuhi standar, tidak hanya sekadar
terdaftar di buku Dewan Pers.
Berikut lengkapnya
Standar Perusahaan Pers.
Sebagai wahana komunikasi massa,
pelaksana kegiatan jurnalistik, penyebar informasi dan pembentuk opini, pers
harus dapat melaksanakan asas, fungsi, kewajiban, dan peranannya demi
terwujudnya kemerdekaan pers yang profesional berdasarkan prinsip demokrasi,
keadilan, dan supremasi hukum.
Untuk mewujudkan kemerdekaan pers
yang profesional maka disusunlah standar sebagai pedoman perusahaan pers agar
pers mampu menjalankan fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan
kontrol sosial, serta sebagai lembaga ekonomi.
Yang dimaksud perusahaan pers adalah
badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan
media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media
lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan atau menyalurkan
informasi.
Perusahaan pers berbadan hukum
perseroan terbatas dan badan-badan hukum yang dibentuk berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Perusahaan pers harus mendapat
pengesahan dari Departemen Hukum dan HAM atau instansi lain yang berwenang.
Perusahaan pers memiliki komitmen
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Perusahaan pers memiliki modal dasar
sekurang-kurangnya sebesar Rp.50.000.000 (lima puluh juta rupiah) atau
ditentukan oleh Peraturan Dewan Pers.
Perusahaan pers memiliki kemampuan
keuangan yang cukup untuk menjalankan kegiatan perusahaan secara teratur
sekurang-kurangnya selama 6 (enam) bulan.
Penambahan modal asing pada
perusahaan pers media cetak dilakukan melalui pasar modal dan tidak boleh
mencapai mayoritas, untuk media penyiaran tidak boleh lebih dari 20% dari
seluruh modal.
Perusahaan pers wajib memberi upah
kepada wartawan dan karyawannya sekurang-kurangnya sesuai dengan upah minimum
provinsi minimal 13 kali setahun.
Perusahaan pers memberi kesejahteraan
lain kepada wartawan dan karyawannya seperti peningkatan gaji, bonus, asuransi,
bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih, yang diatur dalam
Perjanjian Kerja Bersama.
Perusahaan pers wajib memberikan
perlindungan hukum kepada wartawan dan karyawannya yang sedang menjalankan
tugas perusahaan.
Perusahaan pers dikelola sesuai
dengan prinsip ekonomi, agar kualitas pers dan kesejahteraan para wartawan dan
karyawannya semakin meningkat dengan tidak meninggalkan kewajiban sosialnya.
Perusahaan pers memberikan pendidikan
dan atau pelatihan kepada wartawan dan karyawannya untuk meningkatkan
profesionalisme.
Pemutusan hubungan kerja wartawan dan
karyawan perusahaan pers tidak boleh bertentangan dengan prinsip kemerdekaan
pers dan harus mengikuti Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Perusahaan pers wajib mengumumkan
nama, alamat, dan penanggung jawab secara terbuka melalui media yang
bersangkutan; khusus untuk media cetak ditambah dengan nama dan alamat
percetakan. Pengumuman tersebut dimaksudkan sebagai wujud pertanggungjawaban
atas karya jurnalistik yang diterbitkan atau disiarkan.
Perusahaan pers yang sudah 6 (enam)
bulan berturut-turut tidak melakukan kegiatan usaha pers secara teratur
dinyatakan bukan perusahaan pers dan kartu pers yang dikeluarkannya tidak
berlaku lagi.
Industri pornografi yang menggunakan
format dan sarana media massa yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi
bukan perusahaan pers.
Perusahaan pers media cetak
diverifikasi oleh organisasi perusahaan pers dan perusahaan pers media
penyiaran diverifikasi oleh Komisi Penyiaran Indonesia.
Nah, dari
standar yang sudah diatur itu, eloknya memang dijawab sendiri apakah kita
(perusahaan media) sudah memenuhi ketentuan itu? Ada perusahaan media yang
sudah memenuhinya, namun ternyata tidak terdaftar dalam buku yang diterbitkan
Dewan Pers. Atau bisa juga sebaliknya, ada media yang perusahaan pers-nya
dikerjakan hanya oleh satu orang, mungkin nebeng dengan perusahaan kontraktor, tanpa
kantor dan alamat redaksi, tapi sudah terdaftar di buku Dewan Pers.
Jadi
sebenarnya persoalaannya bukan apakah masuk dalam buku Dewan Pers atau tidak,
tapi yang lebih substansi adalah perusahaan media itu, selain berbadan hukum, apakah
sudah berjalan sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Maka kembali
lagi, terdaftar, memenuhi standar, dan lolos verifikasi itu sebenarnya sebuah
tanggungjawab untuk menjalankan fungsi dan peranan pers secara benar. Tidak
sekadar hanya mencari legitimasi, atau bahkan untuk mengintimidasi pihak lain.(***)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar