Selasa, 12 Januari 2016

Kasak-kusuk Soal Buku Dewan Pers Terkait Daftar (Perusahaan) Media 2015


"Selamat kepada kawan-kawan yang telah lulus uji kompetensi jurnalis. Sertifikat yang didapat ini jangan digunakan untuk mengintimidasi pihak lain," ungkap Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Periode 2011 - 2014, Eko Maryadi saat menutup pelaksanaan Uji Kompetensi Jurnalis (UKJ) AJI Angkatan I di Wisma Hijau, Depok, Jawa Barat, April 2012.

Kalimat ini masih terngiang dalam ingatan saya, tak sekadar mengingat, tapi juga ada semacam beban tanggungjawab yang harus diemban dalam menjalankan tugas jurnalistik. Bahwa sertifikat itu tidak hanya sekadar kertas, tapi ada tanggungjawab di sana.
Dalam beberapa hari terakhir ini, saya mencermati diskusi bahkan perdebatan baik di media masa maupun media sosial terkait data perusahaan pers yang terdaftar di Dewan Pers. Banyak pertanyaan yang muncul, bahkan ada yang diajukan langsung kepada saya, apakah media yang sudah terdaftar di buku Dewan Pers tahun 2015 itu sudah lolos verifikasi? Saya rasa ini pertanyaan penting yang harus mendapat porsi penjelasan yang memadai. Karena apa, ada indikasi pihak-pihak tertentu mulai memanfaatkan data ini untuk kepentingan masing-masing. Mungkin saja pemerintah, untuk bisa me-mark up dana humas, atau juga pihak media sendiri untuk mengintimidasi atau melegitimasi  keberadaan medianya. Dalam pandangan saya, ada persoalan yang lebih urgen lagi saat membahas soal perusahaan media, ketimbang mempersoalkan terdaftar atau tidak. Persoalan pendaftaran perusahaan media adalah urusan tekhnis, prosedur. Bahkan waktu lalu pendaftaran bisa dilakukan secara online. Semua media bisa mendaftar, dan masuk dalam buku Dewan Pers, setelah mengisi beberapa form isian. Selanjutnya ada verifikasi berkas, untuk mengecek keabsahan dokumen. Lalu ada verifikasi factual, apakah perusahaan pers itu benar-benar ada?
Dengan komposisi Sembilan orang anggota Dewan Pers, mengurus persoalan pers di seluruh Indonesia, melakukan verifikasi berkas tentu bukan perkara mudah. Apalagi verifikasi factual dengan mengecek di lapangan apa benar perusahaan media itu ada.
Nah, Dewan Pers sudah mengeluarkan Peraturan Dewan Pers Nomor: 4/Peraturan-DP/III/2008 tentang Standar Perusahaan Pers. Sedikitnya ada 17 poin dalam aturan itu yang mengatur soal bagaimana perusahaan pers yang memenuhi standar, tidak hanya sekadar terdaftar di buku Dewan Pers.
Berikut lengkapnya Standar Perusahaan Pers.  
Sebagai wahana komunikasi massa, pelaksana kegiatan jurnalistik, penyebar informasi dan pembentuk opini, pers harus dapat melaksanakan asas, fungsi, kewajiban, dan peranannya demi terwujudnya kemerdekaan pers yang profesional berdasarkan prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
Untuk mewujudkan kemerdekaan pers yang profesional maka disusunlah standar sebagai pedoman perusahaan pers agar pers mampu menjalankan fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial, serta sebagai lembaga ekonomi.
Yang dimaksud perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan atau menyalurkan informasi.
Perusahaan pers berbadan hukum perseroan terbatas dan badan-badan hukum yang dibentuk berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perusahaan pers harus mendapat pengesahan dari Departemen Hukum dan HAM atau instansi lain yang berwenang.
Perusahaan pers memiliki komitmen untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Perusahaan pers memiliki modal dasar sekurang-kurangnya sebesar Rp.50.000.000 (lima puluh juta rupiah) atau ditentukan oleh Peraturan Dewan Pers.
Perusahaan pers memiliki kemampuan keuangan yang cukup untuk menjalankan kegiatan perusahaan secara teratur sekurang-kurangnya selama 6 (enam) bulan.
Penambahan modal asing pada perusahaan pers media cetak dilakukan melalui pasar modal dan tidak boleh mencapai mayoritas, untuk media penyiaran tidak boleh lebih dari 20% dari seluruh modal.
Perusahaan pers wajib memberi upah kepada wartawan dan karyawannya sekurang-kurangnya sesuai dengan upah minimum provinsi minimal 13 kali setahun.
Perusahaan pers memberi kesejahteraan lain kepada wartawan dan karyawannya seperti peningkatan gaji, bonus, asuransi, bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih, yang diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama.
Perusahaan pers wajib memberikan perlindungan hukum kepada wartawan dan karyawannya yang sedang menjalankan tugas perusahaan.
Perusahaan pers dikelola sesuai dengan prinsip ekonomi, agar kualitas pers dan kesejahteraan para wartawan dan karyawannya semakin meningkat dengan tidak meninggalkan kewajiban sosialnya.
Perusahaan pers memberikan pendidikan dan atau pelatihan kepada wartawan dan karyawannya untuk meningkatkan profesionalisme.
Pemutusan hubungan kerja wartawan dan karyawan perusahaan pers tidak boleh bertentangan dengan prinsip kemerdekaan pers dan harus mengikuti Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamat, dan penanggung jawab secara terbuka melalui media yang bersangkutan; khusus untuk media cetak ditambah dengan nama dan alamat percetakan. Pengumuman tersebut dimaksudkan sebagai wujud pertanggungjawaban atas karya jurnalistik yang diterbitkan atau disiarkan.
Perusahaan pers yang sudah 6 (enam) bulan berturut-turut tidak melakukan kegiatan usaha pers secara teratur dinyatakan bukan perusahaan pers dan kartu pers yang dikeluarkannya tidak berlaku lagi.
Industri pornografi yang menggunakan format dan sarana media massa yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi bukan perusahaan pers.
Perusahaan pers media cetak diverifikasi oleh organisasi perusahaan pers dan perusahaan pers media penyiaran diverifikasi oleh Komisi Penyiaran Indonesia.
Nah, dari standar yang sudah diatur itu, eloknya memang dijawab sendiri apakah kita (perusahaan media) sudah memenuhi ketentuan itu? Ada perusahaan media yang sudah memenuhinya, namun ternyata tidak terdaftar dalam buku yang diterbitkan Dewan Pers. Atau bisa juga sebaliknya, ada media yang perusahaan pers-nya dikerjakan hanya oleh satu orang, mungkin nebeng dengan perusahaan kontraktor, tanpa kantor dan alamat redaksi, tapi sudah terdaftar di buku Dewan Pers.    
Jadi sebenarnya persoalaannya bukan apakah masuk dalam buku Dewan Pers atau tidak, tapi yang lebih substansi adalah perusahaan media itu, selain berbadan hukum, apakah sudah berjalan sesuai dengan standar yang ditetapkan.

Maka kembali lagi, terdaftar, memenuhi standar, dan lolos verifikasi itu sebenarnya sebuah tanggungjawab untuk menjalankan fungsi dan peranan pers secara benar. Tidak sekadar hanya mencari legitimasi, atau bahkan untuk mengintimidasi pihak lain.(***)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar